Jakarta, mataberita.net — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan alasan pengajuan penyertaan modal negara (PMN) Rp10 triliun untuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), meski tengah bermasalah.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban mengatakan kucuran modal Rp10 triliun dibutuhkan untuk membiayai penugasan khusus ekspor (PKE) kepada LPEI.
“PMN tunai kepada LPEI sebesar Rp10 triliun yang akan digunakan untuk melaksanakan penugasan khusus ekspor (PKE), yang akan diberikan oleh pemerintah untuk peningkatan dari kapasitas 8 PKE dan juga penambahan 4 PKE baru,” ungkap Rionald dalam Rapat Kerja Kemenkeu dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta Pusat, pada Senin (01/07/2024).
Ia mengatakan LPEI memang tengah mengalami permasalahan di masa lalu. Menurutnya, salah satu upaya yang telah dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut.
“Namun, di sisi lain, kita mengetahui bahwa LPEI harus terus menjalankan PKE sehingga hal ini perlu di-support oleh PMN,” lanjutnya.
DPR RI sempat mencecar Menteri Keuangan Sri Mulyani soal pengajuan PMN Rp10 triliun untuk LPEI.
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Demokrat Vera Febyanthy mempertanyakan dasar Kemenkeu tetap mengajukan kucuran dana tersebut. Padahal, LPEI tengah tersandung kasus korupsi Rp2,5 triliun.
“Kalau untuk penugasan, kami memahami karena itu adalah penugasan dari pemerintah. Tetapi kaitan dengan PMN-PMN yang bermasalah ini khususnya, saya ingin mendapatkan standar apa (yang dipakai Kemenkeu)?” kata Vera.
BACA JUGA : Musim Libur Sekolah Tiba, Kini Volume Kendaraan Meningkat
“Untuk BUMN bermasalah, khususnya LPEI, indikasi atau standar apa sih sehingga itu dilakukan pembiayaan? Kerja sama dengan kejaksaan dan lembaga hukum itu memang perlu dikonkretkan, tapi jangan hanya satu hal, ternyata indikasi standarnya itu dikesampingkan,” tuturnya.
Pertanyaan serupa dilayangkan oleh Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi NasDem Fauzi Amro. Ia meminta sang Bendahara Negara memetakan setiap perusahaan pelat merah dalam matriks atau klaster khusus.
Harapannya, klaster BUMN yang dibentuk oleh Kementerian Keuangan bisa memudahkan pendalaman oleh Komisi XI DPR RI. Ini yang akan menentukan apakah rekomendasi pemberian PMN bakal diberikan atau tidak.
“Contoh konkret Bank Tanah di periode kemarin kita tolak PMN-nya, sekarang diajukan lagi. Saya gak tahu persis apa alasannya sehingga diajukan berkali-kali,” katanya.
“Belum lagi BUMN-BUMN yang menurut saya secara pribadi bermasalah secara hukum, (misal) LPEI. Menurut saya, kasusnya ini kan sudah panjang secara hukum. Artinya, kalau persetujuan yes or no kita nanti, jangan sampai kita terlibat juga dalam proses yang hari ini sudah jelas mereka bermasalah secara hukum, tapi diajukan lagi,” tambah Fauzi.
Sri Mulyani menyebut pembiayaan investasi senilai Rp176,2 triliun sudah tertuang dalam UU APBN 2024. Ini terbagi ke dalam sejumlah klaster, mulai dari infrastruktur, pendidikan, pangan dan lingkungan hidup, kerja sama internasional, dan lainnya.
Suntikan untuk LPEI masuk dalam klaster lainnya dengan total alokasi Rp92,88 triliun. Untuk LPEI, Kemenkeu mengajukan PMN tunai sebesar Rp10 triliun.
Wanita yang akrab disapa Ani memang tak merinci mengapa pihaknya terus mengajukan PMN untuk perusahaan pelat merah berkasus.
Dugaan korupsi di internal LPEI mencapai Rp2,5 triliun. Temuan ini berasal dari hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kemenkeu, dan Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung.
Ada empat perusahaan yang terseret dalam kasus korupsi yang diduga terjadi sejak 2019. Keempat perusahaan dimaksud merupakan PT RII dengan dugaan fraud sebesar Rp1,8 triliun, PT SMR sebesar Rp216 miliar, PT SRI sebesar Rp1,44 miliar, dan PT PRS sebesar Rp305 miliar.