Jakarta, mataberita.net — Nilai tukar Dollar Amerika Serikat (AS) perkasa menggencet mata uang rupiah dalam beberapa waktu terakhir. Kini, nilai tukar dolar AS sudah mencapai level Rp 16.000an. Kondisi ini tidak bisa didiamkan. Pemerintah harus bisa turun tangan menguatkan rupiah. Pasalnya, beberapa negara sudah mengalami kegagalan pengelolaan nilai tukar mata uang lokalnya dan membuat ekonominya dalam posisi kurang sip. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mencontohkan. Ada Turki yang kini ekonominya melemah karena kegagalan mengontrol pelemahan nilai tukar mata uang lokalnya.
Di negara tersebut, kini tingkat inflasinya sangat tinggi. Semua barang-barang harganya sangat mahal, hal ini pun memberatkan daya beli masyarakat. “Turki itu kita tahu bahwa ekonominya sedang lemah ya, tidak lepas dari tingkat inflasi yang tinggi dan ketidakmampuan mengontrol nilai tukar. Nilai tukarnya itu gampang sekali melemah dan mempengaruhi perekonomiannya, jadi ekonomi biaya tinggi. Jadi barang barang di Turki itu sangat mahal,” ungkap Faisal pada Minggu (16/06/2024). Bahkan, dia mengatakan. Saat ini sudah menjadi tren di Turki untuk melakukan transaksi tidak lagi menggunakan Lira. Namun langsung menggunakan dolar AS.
Apalagi, untuk transaksi yang dilakukan pada wisatawan di negara tersebut. Turki, menurut Faisal, ekonominya ditopang cukup besar oleh sektor pariwisata. “Kita tahu semua. Dia bergantung pada sektor pariwisata, bahkan dapat banyak devisa disitu. Pariwisatanya lumayan maju. Tapi itu tadi wisata di Turki itu termasuk yang mahal kalau dilihat dari barang-barang yang dijual disana, souvenir dan lain-lain. Bahkan seringkali pakai patokan harga yang bukan dalam mata uang Lira, uang lokal, tapi mata uang dolar AS di banyak tempat. Karena saking rentannya mata uang lokal tersebut,” lanjutnya.
BACA JUGA : Yukz Tanya : Pernikahan Beda Agama Dianggap Tradisi Biasa, Boleh Kan?
Meski begitu, Faisal yakin. Indonesia tidak akan mengalami kondisi seperti di Turki. Menurutnya, penguatan mata uang Dollar AS saat ini hanya sementara. Kecil kemungkinan,Dolar bisa menggencet Rupiah hingga level Rp 17.000, bahkan ke Rp 16.500 pun sulit. Apalagi pemerintah dan Bank Indonesia (BI) pasti akan melakukan intervensi pada kondisi yang terjadi saat ini. “Indonesia masih kuat menurut saya, jauh kondisinya dari kondisi seperti di Turki, pelemahan itu kan bergejolak naik turun sejauh ini dari data yang ada saya lihat tidak ada pelemahan sampai Rp 17.000, sebentar lagi akan menguat lagi menurut saya,” katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan. Pemerintah harus meningkatkan pendapatan dalam Dollar AS. Di sisi lain, penggunaan transaksi dolar AS harus dikurangi. Salah satunya dengan cara mengurangi impor dan juga utang luar negeri. “Depresiasi akan terus terjadi selama kita tidak bisa meningkatkan generating income dalam bentuk dolar AS dan tidak bisa mengurangi impor dan utang luar negeri,” paparnya.
Beberapa hal lain yang bisa dilakukan misalnya meningkatkan nilai ekspor dengan mengolah komoditas. Sehingga punya nilai tambah. Ataupun meningkatkan penerimaan negara dari pariwisata dan sektor jasa melalui tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri.