Indonesia, mataberita.net — Pemerintah tengah menyiapkan program wajib belajar (wajar) 13 tahun. Program itu akan mewajibkan seluruh anak Indonesia mengenyam pendidikan sejak dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Abdul Mu’ti mengatakan. Saat ini pihaknya masih melakukan pendataan TK dan Kelompok Bermain (KB). Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Program ini merupakan salah satu program prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).

Beberapa hal perlu diperhatikan dalam program wajib belajar 13 tahun. Program ini mencakup pendidikan prasekolah, seperti TK, Kelompok Belajar (Kober), Kelompok Bermain (KB) dan penitipan anak (daycare). Program ini perlu memperhatikan kesiapan fasilitas dan guru atau pendidik. Program ini perlu meningkatkan kualitas pengajaran. Program ini perlu meningkatkan fasilitas pendidikan di daerah terpencil. Program ini perlu memberikan motivasi kepada pelajar atau peserta didik untuk belajar dan berkembang. Program ini perlu mengenalkan pelajar kepada pengetahuan yang dekat dengan lingkungan mereka.

Prof. Mu’ti mengatakan. Pihaknya pun mempersiapkan penataan TK, Kober, KB dan juga Daycare untuk menghindari segala macam permasalahan pengelolaan anak. Dalam penataan, dia ingin para pekerja di daycare bisa mengerti tentang psikologi dan juga perkembangan motorik anak. Dia berpandangan. Dengan para pekerja daycare yang mengerti psikologi anak dan semua perkembangan anak akan mencegah anak mendapatkan pola asuh yang salah. Pola asuh yang salah juga akan berdampak pada perkembangan jiwa dan fisik anak ke depannya. Terlebih memang TK dan KB juga menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto bersama wakilnya Gibran Rakabuming Raka.

Presiden Prabowo Subianto sangat memperhatikan pendidikan prasekolah, termasuk KB. Sebab, pendidikan prasekolah selaras dengan tujuan penghapusan stunting di Indonesia. Berkaitan dengan lembaga prasekolah nonformal, Mu’ti menyinggung kehadiran daycare bagi anak-anak yang orang tuanya bekerja. Menurutnya, ada beberapa kasus daycare bermasalah akibat tidak ada regulasi yang pasti selama ini. Kedepannya pembenahan akan dilakukan. Dia ingin pengajar atau pekerja daycare mengerti sepenuhnya tentang tumbuh kembang anak. Pekerja daycare nantinya tidak sekadar mendampingi anak atau melakukan pekerjaan yang bersifat pengasuhan. Mereka diharapkan bisa mengerti proses anak-anak yang berada di pengasuhannya tidak salah asuh.

Permasalahan daycare sebelumnya mendapat perhatian dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo). Pada 2023 lalu, kedua Kementerian membuat standarisasi daycare atau tempat penitipan anak usia 0-6 tahun. Standarisasi ini hadir untuk memastikan anak-anak mendapat pengasuhan yang layak, aman, nyaman, terlindungi, dan sesuai dengan hak-hak pengasuhan mereka. Tidak hanya itu, Kominfo menyusun SK Sekjen sebagai payung hukum untuk daycare yang ramah anak.

Berdasarkan standar ini, pengasuh pada daycare juga diberikan pelatihan mandiri tentang pengasuhan positif dan konvensi hak anak melalui e-learning. Mereka juga melakukan evaluasi pengisian borang standardisasi Day Care Ramah Anak. Menurut Direktorat Jenderal PAUD Dikdasmen, data profil anak usia dini pada 2021 menyatakan 4 dari 100 anak usia dini yang mengalami pengasuhan tidak layak. Sementara itu, Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan penurunan persentase balita yang mendapatkan pengasuhan tidak layak dari 3,73 persen pada 2018 menjadi 3,47 persen pada 2024.

Untuk itu, standarisasi day care sangat diperlukan. Sehingga Kementerian Agama terus mengembangkan penguatan PAUD secara Holistik dan Integratif (PAUD HI). Mulai 2024, piloting PAUD HI akan dilakukan di tiap kabupaten/kota. PAUD-HI adalah upaya pengembangan anak usia dini yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan esensial anak yang beragam dan saling terkait secara simultan, sistematis, dan terintegrasi. Tujuannya, menyediakan layanan bagi anak usia dini yang diselenggarakan secara terintegrasi dan selaras antar lembaga layanan melalui komitmen semua unsur terkait.

Hal ini dilakukan sebagai bagian dari persiapan penerapan kebijakan wajib belajar 13 tahun. Indonesia bersiap menerapkan kebijakan wajib belajar 13 tahun pada 2025. Nantinya, anak usia sekolah harus mengenyam pendidikan minimal sampai tingkat SMA, Madrasah Aliyah (MA), atau yang sederajat seperti Paket A (SD), Paket B (SMP) dan Paket C (SMA). Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah M Sidik Sisdianto mengatakan. Anak usia dini adalah sosok yang istimewa. Anak usia dini adalah individu yang sedang menjalani proses tumbuh kembang dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan mereka selanjutnya.

Anak usia dini juga memiliki dunia dan karakteristik sendiri yang jauh dari orang dewasa. Mereka selalu aktif, dinamis, antusias, dan rasa ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya, seolah-olah tidak pernah berhenti belajar. PAUD memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan sumber daya manusia. PAUD merupakan peletak dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. Sejak tahun 2013, Pemerintah menetapkan strategi nasional Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD-HI) melalui Peraturan Presiden No. 60 Tahun 2013.

Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 merupakan komitmen pemerintah dalam menjamin terpenuhinya hak tumbuh kembang anak dalam hal pendidikan, kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan dan perlindungan serta kesejahteraan anak. Holistik disini mengandung arti. Penanganan anak usia dini secara utuh (menyeluruh) yang mencakup layanan berupa pemberian gizi dan kesehatan, pendidikan dan pengasuhan, serta perlindungan, untuk mengoptimalkan semua aspek perkembangan anak usia dini.
Integratif/Terpadu artinya adalah penanganan anak usia dini dilakukan secara terpadu oleh berbagai pemangku kepentingan di tingkat masyarakat, pemerintah daerah dan pusat. PAUD HI akan dilakukan secara simultan, sistematis, menyeluruh, terintegrasi dan berkesinambungan. Ini penting dalam rangka mendukung tumbuh kembang anak yang optimal demi mewujudkan anak yang sehat, cerdas, dan berkarakter sebagai generasi masa depan yang berkualitas dan kompetitif. Sehingga mulai rutin digalakkan kerjasama semua pihak untuk terwujudnya wajib belajar 13 tahun. Wajib belajar 13 tahun merupakan upaya untuk meningkatkan SDM di Indonesia. Wajib belajar 13 tahun meliputi 1 tahun prasekolah atau PAUD dan 12 tahun di Sekolah Dasar dan Menengah.
Pemerintah mulai gencar melakukan Penguatan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif, Focus Group Discussion (FGD) dan kerjasama dengan pihak – pihak terkait lainnya secara berkesinambungan. Termasuk Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK). Yang mana mendukung program wajib belajar 13 tahun yang dicanangkan oleh Pemerintah. Melalui program tersebut, anak-anak Indonesia diwajibkan untuk mengikuti PAUD. Karena berdampak signifikan terhadap pertumbuhan anak dalam jangka panjang.
Terdapat hasil penelitian yang menunjukkan. Anak-anak yang mengikuti PAUD sejak dini dapat meningkatkan hasil kognitif atau kemampuan intelektual yang berkaitan dengan proses berpikir, memahami, dan memecahkan masalah. Beberapa negara maju, seperti Inggris dan Australia, telah menerapkan kewajiban pendidikan formal sejak usia lima tahun. Mendikdasmen Abdul Mu’ti telah memastikan. Pihaknya berkomitmen menjalankan program wajib belajar 13 tahun. Hal itu juga menjadi bagian dari Peta Jalan Pendidikan 2025-2045 yang dikeluarkan oleh Kementerian PPN/Bappenas. Pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) untuk mengimplementasikan kebijakan wajib belajar 13 tahun.

Mendikdasmen menerangkan. Kolaborasi tersebut diperlukan untuk memastikan setiap satu desa memiliki satu satuan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK). Ini mengingat kebijakan wajib belajar 13 tahun nantinya akan mewajibkan anak-anak usia dini untuk mengenyam pendidikan jenjang PAUD sebelum mengikuti jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Jadi dua Kementerian ini didorong untuk saling bersinergi sehingga program-program itu dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.
Adapun terkait intervensi yang dapat dilakukan oleh Kemendikdasmen, Mendikdasmen menyebutkan. Salah satunya dengan mengafirmasi TK, termasuk yang dikelola oleh pihak swasta, dan sudah berjalan dengan mendata kebutuhan yang mereka butuhkan, mulai dari renovasi bangunan fisik hingga penyediaan sarana pembelajaran. Sementara untuk desa yang sama sekali belum memiliki satuan pendidikan TK, barulah mendapat intervensi dari Kemendes PDT. Dengan begitu ada percepatan terkait persiapan untuk implementasi kebijakan wajib belajar 13 tahun.
Hal ini sejalan dengan skala prioritas yang memang memprioritaskan renovasi dan rehabilitasi sekolah pada tahun 2025 ketimbang pendirian sekolah baru. Terutama mengingat secara teknis hal tersebut lebih mudah dilakukan dan layanan pendidikannya sudah lebih dulu berjalan di masyarakat. Sebab perlu diperhatikan Catatan United Nations Children’s Fund (UNICEF) mengungkapkan. Pentingnya perkembangan anak usia dini dan perlunya mereka memperoleh layanan PAUD. Pada satu tahun pembelajaran pra sekolah merupakan landasan bagi anak untuk menanamkan dasar-dasar numerasi, literasi, dan pembentukan karakter.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2023 di Indonesia terdapat total 30,2 juta jiwa anak usia dini berusia 0-6 tahun atau 10,91% dari total penduduk Indonesia. Pemerintah pun sangat sigap memberikan bantuan untuk percepatan demikian. Diantaranya dengan penyaluran bantuan yang tepat sasaran. Itu meliputi pemberian bantuan afirmasi bagi peserta didik, pemberian bantuan operasional kepada satuan pendidikan dan pemberian beasiswa prestasi akademik dan nonakademik.
BACA JUGA : Yukz Tanya : Buku Paket dan LKS di Sekolah, Setuju Tidak?
Percepatan wajib belajar 13 tahun ini merupakan salah satu dari tujuh arah kebijakan Pemerintah Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. Yang notabene tertuang dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045 yang diluncurkan Bappenas. Namun harus diakui. Sampai tahun 2023, bantuan pendidikan berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), Program Indonesia Pintar (PIP) dan jenis-jenis bantuan pendidikan lainnya di jenjang SMA/SMK/MA/ dan yang sederajat, telah berhasil menaikkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dari 34,82 persen di tahun 2010 menjadi 75,89 persen di tahun 2023.
Namun, diakui juga, exclussion error atau kesalahan data masih tergolong tinggi. Indikasinya, sampai tahun 2023 diketahui sebanyak 1, 3 juta siswa dari 25 persen kelompok termiskin tidak bersekolah. Kemendikbudristek juga memiliki data, bahwa sampai tahun 2023, ada sebanyak 198,6 ribu siswa SMP dan sederajat tidak lanjut ke SMA/SMK/MA dan sederajat dan 95,1 ribu siswa sekolah dasar tidak lanjut ke SMP dan sederajat. Percepatan wajib belajar 13 tahun yang dicanangkan pemerintah itu bertujuan untuk memenuhi indikator tingkat penyelesaian pendidikan jenjang SMA/SMK/MA/yang sederajat mencapai 75,33 persen di tahun 2045.
Pada tahun 2023 lalu baru mencapai 66,79 persen. Selain itu, juga bertujuan agar rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 12 tahun dan harapan lama sekolah (HLS) 14,8 tahun. Data Kemendikbudristek, tahun 2023 ini, RLS baru mencapai 9,13 tahun dan HLS 13,32 tahun. Peta Jalan Pendidikan Indonesia itu menyebutkan, melalui Peningkatan APK, RLS dan HLS tersebut diharapkan kualifikasi SDM Indonesia di tahun 2045 yang lulusan SMA/SMK/MA/sederajat mencapai 45,55 persen. Yang mana pada tahun 2022 lalu baru mencapai 29,97 persen.
Selain penyaluran bantuan tepat sasaran, strategi lain yang akan digalakkan Pemerintah sampai tahun 2045 antara lain peningkatan sarana dan prasarana pendidikan berkualitas, penyediaan Tenaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan yang berkualitas, serta pencegahan dan penanganan anak tidak sekolah. Dari sisi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Pemerintah juga akan merestrukturisasi kewenangan pengelolaan Guru. Hal guna kemudahaan mobilitas Guru antar daerah, memenuhi kebutuhan Guru, dan penggantian Guru yang pensiun. Selain itu juga melakukan penguatan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan revitalisasi Program Profesi Guru (PPG).
Peta Jalan Pendidikan 2025-2045 itu sendiri berjalan dalam empat pilar. Yakni akses pendidikan berkeadilan, mutu pendidikan yang holistik dan kontekstual, relevansi pendidikan dengan tujuan pembangunan nasional, dan tata kelola pendidikan yang partisipatif dan akuntabel. Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045 merupakan hasil kolaborasi Kementerian PPN/ Bappenas dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Agama (Kemenag), dan mitra pembangunan, seperti Department of Foreign Affairs and Trade Australia melalui Program Inovasi dan Tanoto Foundation.
Pada Oktober 2024 lalu dalam peluncuran Peta Jalan Pendidikan Nasional 2025-2045 ini, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menegaskan. Peta jalan merupakan komitmen Pemerintah untuk memberikan acuan strategis bagi Kementerian/Lembaga/Daerah dan pemangku kepentingan lainnya untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Tentunya untuk mewujudkan visi ‘Indonesia Emas 2045 : Pendidikan Berkualitas yang Merata’. Masih bisakah bilang kalau TK itu tidak perlu? Kata Siapa? Yukz Tanya :

Anggota Komisi X DPR RI dr. Gamal Albinsaid (13 November 2024)
“Saya mendukung program wajib belajar 13 tahun yang akan diterapkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Anak-anak yang mendapatkan pendidikan usia dini memiliki kemungkinan lebih besar untuk sukses dalam pendidikan lanjutan dan kariernya. Ada dampak jangka panjang pendidikan anak usia dini terhadap prestasi akademik serta perkembangan sosial dan emosional. Di Australia, pendidikan wajib dimulai pada usia lima atau enam tahun”.

Wakil Ketua MPR RI Dr. Lestari Moerdijat, S.S., M.M. (02 Januari 2025)
“Program wajib belajar 13 tahun sejak Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) harus menjadi perhatian semua pihak untuk direalisasikan, sebagai bagian proses pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) nasional yang lebih baik. Rencana pemberlakuan wajib belajar sejak TK atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) harus mendapat perhatian dan pemahaman semua pihak, sehingga upaya membangun SDM nasional yang lebih baik dapat diwujudkan. Keberhasilan program wajib belajar 13 tahun sejak TK sangat diharapkan, sebagai bagian proses menanamkan kemampuan dasar terhadap generasi penerus bangsa.
Penanaman kemampuan dasar numerasi, literasi, dan karakter kepada anak usia dini merupakan tahapan penting dalam proses pertumbuhan setiap anak bangsa. Saya berharap. Para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah dapat membangun kolaborasi yang kuat dalam menyosialisasikan program wajib belajar 13 tahun, agar dipahami masyarakat luas. Sehingga PAUD menjadi prioritas Pemerintah sebagai bagian proses pembangunan SDM nasional. Agar generasi penerus bangsa mampu menjawab sejumlah tantangan di masa depan”.

Direktur Eksekutif PSPK (Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan) Nisa Felicia (30 Oktober 2024)
“Pra-sekolah dasar itu sebenarnya membangun kesiapan belajar. Kesiapan belajar bukan semata-mata soal membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Melainkan soal mempersiapkan anak untuk untuk menghadapi lingkungan baru di satuan pendidikan. Pendidikan prasekolah bisa mempersiapkan anak untuk bertemu orang-orang baru, belajar menerima instruksi dari pihak lain yang bukan orang tua, belajar mengikuti aturan dan menstimulasi keinginan untuk berpikir.
Mengembangkan kemampuan calistung tidak seharusnya menjadi tujuan utama dari Pendidikan Anak Usia Dini. Kalau terlalu fokus calistung, akhirnya tidak ada kegiatan bermain yang sebenarnya sangat penting buat anak usia dini”.’

Selebritis dan Presenter Harry Pantja (22 Januari 2025)
“Sebelum TK itu sebenarnya lebih halusnya ada namanya Play Group ya. Kaya bermain gitu. Memang harusnya seperti itu. Kita dikasih materi untuk bermain dulu. Walaupun itu misalnya mungkin ada pelajaran tapi sambil bermain. Jadi tidak diberikan materi terlalu berat dari Play Group hingga TK. Kalau misal pendidikan dasar di TK bolehlah. Contohnya gini, pada saat kelas 1 SD, yang sebelumnya itu sebaiknya kalau bisa di TK itu sudah mulai diajarkan materi untuk seperti contohnya belajar membaca, menulis dan berhitung. Yang ringan – ringan saja tapinya. Bisa disisipkan saja sambil bermain.
Supaya nanti bisa disambungkan ketika SD. Sehingga tidak lama mencernanya ketika kelas 1, 2 dan seterusnya.Usia yang ideal untuk usia TK itu ya antara 6 sampai 7 tahun. Namun pada dasarnya, pendidikan dasar yang paling baik adalah dirumah. Ya pendidikan dari orang tua. Itu paling banget disini untuk seorang anak, dari mulai kecil sampai nanti dewasa. Membangun budi pekerti, akhlak, agama dan sebagainya dirumah gitu dari orang tua dan keluarga. Istilahnya parenting ya. Jadi, TK itu cuma jembatan menuju ke SD, yang diisi dengan bermain.
Untuk wajib belajar 12 tahun yang sekarang dicanangkan 13 tahun saya sangat setuju. Karena memang hampir sebagian besar masyarakat kita ini di berbagai daerah yang pernah saya kunjungi, di desa, kota kecil bahkan di kota besar, saya lebih melihat pada kondisi sekarang banyak yang belum bisa baca dan nulis. Apalagi berhitung ya. Saya juga kaget ya. Mungkin memang karena pendidikan dasarnya sewaktu kecil dulunya tidak difokuskan. Jadi awal dari orang tua diwajibkan untuk peduli pra sekolah dan sekolah. Jangan hanya dipasrahkan pada Guru saja.
Sebab itu saling berkaitan. Harus saling membantu ya. Saya sangat pro dengan wajib belajar 13 tahun. Karena pendidikan sampai kapanpun lah. Saya saja usia sudah hampir 50 tahun kepingin sekolah lagi. Yang namanya ilmu itu tidak ada batasnya. Ilmu dunia saya ingin terus belajar, ilmu akhirat apalagi tambah ingin belajar. Harus balance atau seimbang keduanya. Ilmu dunia itu buat nanti kita di dunia, ilmu akhirat dipakai nanti di akhirat. Kalau kita menguasai ilmu akhirat, Insya Allah ilmu dunia kita dapat”.

Akademisi dan Praktisi Hukum Dr. Yusuf Muhamad Saie, S.H., M.H. (22 Januari 2025)
“Semua bentuk pembelajaran apakah itu Paud, TK, SD dan seterusnya adalah baik bagi perkembangan anak bangsa. Semakin tingkat ekonomi keluarga maju, keinginan untuk menyekolahkan anak-anaknya sejak dini semakin besar. Bahkan ada orang yang menitipkan anaknya usia balita, tiga tahun bahkan dari dua tahun untuk diajari bicara dan bermain. Tetapi tentu kedua orang tuanya mempunyai tingkat ekonomi yang baik. Apakah sekolah TK itu wajib? Saat negara masih miskin ekonominya, tentu tidak beranai mewajibkan. Yang wajib adalah SD.
Makanya Pemerintah mendirikan ribuan Sekolah Dasar Negeri (SDN) atau tiap kelurahan mempunyai minimal 1 SDN. Karena negara sudah mempunyai kemampuan ekonomi. Ingat dulu ada Inpres di seluruh provinsi di Indonesia. Saat ini negara lebih berkemampuan, makanya jika Pemerintah akan mewajibkan untuk sekolah TK, dinilai negara tidak hanya mampu memberikan makan gratis bergizi, tetapi juga memberikan sarana anak untuk sekolah.
Soal materi, kita sudah punya ribuan alumni PAUD dari Universitas Negeri dan Swasta di bidang PAUD. Tentu kurikulum mereka sudah paham, dan hal itu tidak rumit. Intinya anak harus disesuaikan dengan nalar mereka. Teknologi kini kian cepat dan tinggi dalam perkembangannya. Anak-anak cepat sekali beradaptasi. Setelah kita maju dalam pendidikannya, kita berharap. Indonesia juga kedepannya akan lebih punya peradaban yang baik dan berkualitas. Sehingga tidak tertinggal terlalu jauh dengan negara maju lainnya”.

Sekretaris Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Multimedia Adinegoro yang menaungi Lembaga Pers Dr Soetomo, Jakarta sekaligus Eks Wartawan Harian Kompas Periode 1989 – 2018 Mohammad Nasir (19 Januari 2025)
“Negara kita, Indonesia mestinya punya grand design untuk membangun karakter bangsa. Karakter bangsa macam apa sih yang dikehendaki untuk Indonesia maju di masa yang akan datang? Grand design itulah yang dituangkan dalam kurikulum pendidikan anak usia dini yang diselenggarakan di Taman Kanak-Kanak (TK). Indonesia jangan kecolongan. Jangan sampai pendidikan kita dirancang oleh orang luar yang bukan sepenuhnya untuk kepentingan negeri kita. Tiongkok sejak dulu mendesain pengetahuan anak-anak negerinya supaya tetap dalam karakter yang diharapkan.
Sebelum belajar apa-apa, anak-anak Tiongkok wajib diajari inti empat buku walaupun disajikan dalam paragrap pendek dan kalau dibaca berbunyi ritmik seperti lagu. Anak-anak suka melantunkannya dan secara tidak langsung tertanam karakter Tiongkok. Empat buku itu adalah Confusian Analects, buku Mencius, Great Learning, dan Doctrine of the Mean. Inti ajarannya berasal dari Filsafat Mencius, salah satunya bahwa sifat orang aslinya baik. Begitu pula di Indonesia, materi ajar untuk TK mestinya didesain dan dikemas untuk membangun karakter melalui bermain, tidak untuk belajar seperti di SD.
Anak-anak TK diajak bermain, sambil diselipkan pendidikan karakter bangsa Indonesia yang sudah dirumuskan. Selanjutnya rancangan rumusan itu akan menjadi landasan berpikir, bergaul, bekerja, berbangsa dan bernegara. Karena itu pendidikan usia dini yang diselenggarakan di Taman Kanak-Kanak selama ini harus dipertahankan. Karena tidak semua orangtua mampu dan punya kesempatan mendidik anak pada usia dini. Ini juga merupakan kesempatan negara hadir dalam membentuk karakter bangsa sejak pendidikan TK.
Untuk dunia pers, Indonesia butuh anak bangsa yang berani berpikir kritis dan menyatakan pendapat secara bebas dan merdeka. Seperti yang diamanatkan dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Berpikir kritis, menggunakan nalar sehat untuk menggali kebenaran informasi yang datang dari berbagai arah sangat diperlukan untuk menjadi wartawan yang baik. Bahkan diperlukan sikap dan pikiran yang skeptis terhadap segala informasi, termasuk pernyataan pejabat pemerintah. Untuk itu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan menyelipkan permainan-permainan yang membuat anak tertanam rasa bebas dan menyemai kemampuan berpikir kritis, mutlak dibutuhkan”.

Dosen KPI PAI Universitas Islam As Syafi’iyyah, Ulama dan Komisaris Utama PT. Mohay Attaly Sejahtera Ust. Dr. H. Mohammad Hayatuddin Attaly, S.Pd., M.Pd., M.Kom.i., Ph.D. (19 Januari 2025)
“Taman Kanak-Kanak (TK) memiliki peran penting dalam perkembangan anak. Tetapi kebutuhan untuk mengikutsertakan anak ke TK bisa berbeda-beda tergantung pada situasi dan tujuan keluarga. Berikut adalah beberapa poin untuk mempertimbangkan relevansi TK :
Manfaat TK :
A. Perkembangan Sosial dan Emosional
TK membantu anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya, berbagi, bekerja sama, dan mengelola emosi.
B. Persiapan Akademik
Anak diajarkan keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung, yang menjadi fondasi pendidikan formal.
C. Pengembangan Motorik dan Kreativitas
Kegiatan di TK dirancang untuk melatih motorik halus dan kasar, serta mendorong kreativitas melalui seni, musik, dan permainan.
D. Pengenalan Rutinitas
TK membiasakan anak dengan struktur dan rutinitas, seperti mengikuti jadwal, disiplin, dan tanggung jawab. Tidak Wajib Secara Formal: Di Indonesia, pendidikan TK bukan bagian dari pendidikan wajib. Namun, sangat direkomendasikan karena manfaatnya bagi perkembangan anak. Alternatif di rumah : Jika orang tua mampu menyediakan lingkungan belajar yang kaya stimulasi di rumah (misalnya dengan homeschooling), anak tetap bisa berkembang tanpa TK.
E. Pertimbangan untuk Orang Tua
Kebutuhan Anak : Apakah anak membutuhkan interaksi sosial lebih banyak atau stimulasi tambahan yang mungkin sulit disediakan di rumah? Fasilitas di TK: Pilihlah TK yang tidak hanya menekankan akademik, tetapi juga keseimbangan antara bermain dan belajar. Nilai Islami (jika relevan) : Dalam konteks Yayasan Anda, TK berbasis nilai-nilai Islam bisa menjadi pilihan untuk menanamkan pendidikan agama sejak dini.
Pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) penting. Karena masa usia dini adalah periode emas (golden age) dalam perkembangan anak. Pada usia ini, otak anak berkembang dengan sangat pesat, dan stimulasi yang tepat dapat membantu mengoptimalkan potensi mereka. Berikut alasan mengapa anak perlu diberikan pendidikan di TK :
1. Perkembangan Sosial dan Emosional
Anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya, berbagi, menunggu giliran, dan memahami aturan. TK membantu anak mengenal emosi dan cara mengelolanya, serta membangun kepercayaan diri.
2. Persiapan Akademik
Anak diajarkan keterampilan dasar seperti membaca, menulis, berhitung, dan mengenal konsep-konsep dasar lainnya. Aktivitas di TK dirancang untuk memupuk minat belajar yang positif sehingga anak lebih siap memasuki jenjang pendidikan formal (SD).
3. Pengembangan Keterampilan Motorik
Aktivitas seperti menggambar, mewarnai, dan bermain membantu mengasah motorik halus. Bermain di luar ruangan atau olahraga membantu melatih motorik kasar.
4. Penanaman Karakter dan Nilai
TK memberikan dasar bagi pembentukan karakter, seperti disiplin, tanggung jawab, kerja sama, dan toleransi. Anak mulai mengenal konsep benar dan salah, serta belajar menghormati perbedaan.
5. Stimulasi Kreativitas dan Imajinasi
Kegiatan seni, musik, dan permainan di TK mendorong anak untuk berpikir kreatif dan berimajinasi. Lingkungan TK yang mendukung memberikan ruang bagi anak untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka.
6. Pengenalan Rutinitas dan Struktur
Anak belajar mengikuti jadwal, seperti waktu belajar, bermain, makan, dan istirahat. Hal ini membiasakan anak dengan struktur kehidupan sehari-hari, yang penting untuk persiapan masa depan.
7. Penyesuaian dengan Lingkungan Baru
TK membantu anak beradaptasi dengan lingkungan luar rumah, mengenal orang baru, dan belajar menjadi bagian dari kelompok.
8. Relevansi untuk Pendidikan Islami
Jika pendidikan di TK juga mencakup nilai-nilai agama, seperti pengenalan doa, akhlak mulia, dan pembelajaran Al-Qur’an, maka anak tidak hanya berkembang secara akademik tetapi juga memiliki landasan spiritual yang kuat sejak dini. Dengan pendidikan di TK, anak mendapatkan fondasi yang kokoh untuk menjalani kehidupan sosial, akademik, dan emosional di masa depan.
Ya memang betul, di Indonesia pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) tidak diwajibkan oleh Pemerintah. Anak-anak bisa langsung masuk Sekolah Dasar (SD) tanpa melalui TK, asalkan memenuhi syarat usia minimal (biasanya 6-7 tahun). Namun, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan jika anak tidak mengikuti TK :
1. Kesulitan Beradaptasi
Anak yang tidak terbiasa dengan lingkungan sekolah mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan aturan, rutinitas, dan interaksi sosial. TK biasanya menjadi tempat anak belajar dasar-dasar sosialisasi. Tanpa pengalaman ini, anak mungkin kurang siap menghadapi dinamika kelompok di SD.
2. Kurangnya Persiapan Akademik
Banyak SD, terutama yang berstandar tinggi, mengharapkan anak sudah memiliki kemampuan dasar seperti mengenal huruf, angka, atau konsep sederhana lainnya. Tanpa TK, anak mungkin harus mengejar ketertinggalan di awal masa SD.
3. Potensi Beban Psikologis
Lingkungan SD biasanya lebih terstruktur dan menuntut, sehingga anak yang belum terbiasa dengan kegiatan belajar formal mungkin merasa tertekan.
Sebagai informasi, anak yang tidak mengikuti TK tetap bisa masuk SD, tetapi penting bagi orang tua untuk memastikan anak sudah memiliki kesiapan belajar, seperti:
- Kemampuan fokus dan duduk belajar dalam waktu tertentu.
- Dasar-dasar literasi dan numerasi.
- Kemampuan berkomunikasi dengan baik.
- Kematangan emosional untuk berinteraksi dengan guru dan teman-teman.
Jika anak tidak masuk TK, orang tua bisa menggantinya dengan homeschooling yakni mengajarkan anak keterampilan dasar di rumah. Sebelumnya bisa diikutsertakan dalam Kelompok Bermain. Kelompok Bermain : pilihan ini sering menjadi alternatif sebelum usia TK. Selanjutnya bisa juga dengan Kursus atau Bimbingan Belajar. Kursus atau Bimbingan Belajar : fokus pada pengenalan akademik dasar yang diperlukan untuk masuk SD.
Kesimpulan :
Meskipun TK tidak diwajibkan, pendidikan di TK sangat membantu anak dalam mempersiapkan diri untuk jenjang SD, baik dari segi akademik, sosial, maupun emosional. Jika anak tidak mengikuti TK, orang tua perlu lebih proaktif menyediakan stimulasi dan pengalaman yang serupa di rumah atau melalui alternatif lain.
Standar materi untuk anak usia Taman Kanak-Kanak (TK) sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik perkembangan anak usia dini. Fokus utama pendidikan di TK adalah pada pembentukan fondasi fisik, sosial, emosional, kognitif, serta nilai-nilai moral dan agama. Berikut adalah gambaran standar materi yang ideal untuk TK:
a. Pengembangan Nilai Agama dan Moral
Tujuan : Menanamkan nilai-nilai spiritual dan akhlak sejak dini.
Materi :
- Doa-doa harian (seperti doa sebelum makan, doa bangun tidur).
- Kisah-kisah sederhana tentang teladan baik (misalnya kisah nabi atau cerita rakyat bermuatan moral). Pengenalan nilai-nilai seperti kejujuran, kasih sayang, dan disiplin.
b. Pengembangan Sosial dan Emosional
Tujuan : Membantu anak belajar berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan memahami emosinya.
Materi :
- Bermain bersama untuk melatih kerja sama dan berbagi.
- Aktivitas yang mendorong anak untuk mengenal emosi mereka, seperti “senang,” “sedih,” atau “marah.”
- Pengenalan aturan sederhana di kelas (seperti antri dan menghormati teman).
c. Pengembangan Bahasa
Tujuan : Melatih kemampuan komunikasi anak.
Materi :
- Bercerita, mendengar dongeng, dan bernyanyi.
- Belajar mengenal huruf melalui lagu atau permainan.
- Melatih anak berbicara secara sederhana, seperti memperkenalkan diri.
d. Pengembangan Kognitif
Tujuan : Merangsang kemampuan berpikir logis dan memecahkan masalah.
Materi :
- Pengenalan angka dan berhitung sederhana (misalnya menghitung benda hingga 10).
- Mengenal bentuk, warna, dan pola.
- Bermain teka-teki sederhana atau permainan edukatif.
e. Pengembangan Motorik Halus dan Kasar
Tujuan : Melatih koordinasi tubuh dan keterampilan fisik.
Materi :
- Aktivitas fisik seperti lari, melompat, atau bermain bola.
- Kegiatan motorik halus seperti menggambar, mewarnai, atau bermain balok.
- Bermain alat musik sederhana (seperti tamborin atau drum mainan).
f. Pengembangan Seni dan Kreativitas
Tujuan : Memberi ruang bagi anak untuk berekspresi dan mengembangkan imajinasi.
Materi :
- Melukis, membuat kerajinan tangan, atau bermain dengan plastisin.
- Bernyanyi lagu anak-anak dan menari.
- Bermain peran sederhana (role play) seperti berpura-pura menjadi dokter atau pedagang.
g. Pengenalan Lingkungan dan Sains Sederhana
Tujuan : Membantu anak memahami dunia di sekitar mereka.
Materi :
- Mengenal nama-nama hewan, tumbuhan, atau benda di sekitar.
- Percobaan sains sederhana, seperti mencampur warna.
h. Pengenalan cuaca, siang-malam, dan hari dalam seminggu.
Prinsip Penting dalam Materi TK :
- Berbasis Bermain : Semua materi disampaikan melalui permainan, sehingga anak merasa senang dan tidak terbebani.
- Kontekstual : Disesuaikan dengan lingkungan dan budaya anak, termasuk nilai-nilai Islami jika relevan.
- Tidak Memaksa Akademik : Fokus pada eksplorasi dan pemahaman, bukan pada pencapaian akademik formal.
Dengan pendekatan ini, anak akan tumbuh secara seimbang dan memiliki kesiapan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Anak usia TK, yaitu sekitar 4-6 tahun, berada dalam periode ‘golden age (masa keemasan)’ perkembangan, dimana kemampuan otak mereka berkembang pesat dan sangat peka terhadap stimulasi. Namun, penting untuk memahami bahwa cara anak menyerap materi pada usia ini berbeda dari anak usia sekolah formal.
Ya, anak usia TK dapat menyerap materi, tetapi belajar melalui bermain. Anak menyerap informasi lebih baik jika disampaikan secara interaktif, menyenangkan, dan berbasis pengalaman.
Fokus singkat : Konsentrasi anak di usia ini masih terbatas, sekitar 10-15 menit untuk satu aktivitas. Materi harus disampaikan secara singkat dan bervariasi.
Kontekstual dan konkret: Anak lebih mudah memahami materi yang berkaitan langsung dengan pengalaman sehari-hari dan benda nyata.
Usia Ideal untuk Anak TK :
1. Kelompok Bermain (Playgroup): Usia 2-4 tahun
Fokus pada stimulasi motorik, sosialisasi, dan pengenalan lingkungan.
2. TK A: Usia 4-5 tahun
Fokus pada pengembangan kemampuan dasar seperti mengenal huruf, angka, dan konsep sederhana melalui permainan.
3. TK B: Usia 5-6 tahun
Anak mulai diarahkan untuk lebih siap secara akademik dan emosional menghadapi jenjang SD.
Penyebab Usia 4-6 Tahun Ideal untuk TK :
- Perkembangan Otak: Otak anak pada usia ini sudah matang untuk menyerap informasi dasar seperti bahasa, angka, dan keterampilan sosial.
- Perkembangan Sosial dan Emosional: Anak mulai menunjukkan kemampuan bekerja sama, berbagi, dan memahami emosi, yang penting untuk pembelajaran kelompok.
- Kemampuan Motorik: Motorik halus dan kasar anak berkembang pesat, memungkinkan mereka untuk melakukan aktivitas seperti menulis, menggambar, dan bermain alat musik sederhana.
Faktor yang Mendukung Penyerapan Materi :
- Pendekatan yang Tepat : Materi disampaikan melalui metode interaktif seperti bercerita, bernyanyi, atau bermain.
- Lingkungan Positif : Lingkungan yang mendukung, seperti guru yang ramah dan suasana kelas yang menyenangkan.
- Kesabaran dan Repetisi : Anak usia TK memerlukan pengulangan untuk memahami konsep dengan baik.
Catatan Penting !
Setiap anak memiliki perkembangan yang berbeda-beda. Beberapa anak mungkin lebih cepat menyerap materi, sementara yang lain membutuhkan waktu lebih lama. Karena itu, fokus utama pendidikan TK adalah membangun dasar, bukan menuntut hasil akademik instan. Dengan pendekatan yang tepat, usia 4-6 tahun adalah waktu yang ideal untuk anak memulai pengalaman belajar formal dengan cara yang menyenangkan dan penuh stimulasi.

Pemerhati Pendidikan dan Sosial Politik Ir. Rudi S. Kamri, M.M. (21 Januari 2025)
“Menurut saya pendidikan TK amat sangat perlu. Anak usia 5 – 6 tahun perlu arena bermain bersama teman-teman sebaya dengan permainan yang edukatif dan terarah. Anak-anak usia 5-6 tahun perlu diasah kemampuan kognitif agar bisa berkembang untuk tahapan usia berikunya. Anak usia 5-6 tahun perlu diberikan pengajaran dasar-dasar etika dan budi pekerti yang mendasar sesuai dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Memang tidak ada kewajiban anak usia 5-6 tahun masuk TK. Namun Negara dan orang tua perlu mempersiapkan anak tersebut menjelang masuk SD.
Anak-anak perlu diberikan ruang bermain dan bersosialisasi dengan anak-anak sebaya dan berbeda dari lingkungannya. Agar anak-anak terbiasa menghadapi perbedaan dalam lingkungan masyarakat. Anak usia segitu cocoknya diberikan materi dasar bersosialisasi dengan teman sebaya, materi budi pekerti dasar yang sesuai dengan norma masyarakat dan keterampilan yang sesuai dengan minat anak-anak yang bersangkutan. Anak pun bisa memahami asalkan diberikan dengan cara yang menyenangkan, persuasif dan penuh kasih sayang dari para pengajarnya. Usia ideal untuk TK adalah 5-6 tahun”.

Psikolog Anak dan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Prof. Dr. Seto Mulyadi, M.Si. (19 Januari 2025)
“TK sebagai bagian dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sangat perlu untuk merangsang perkembangan jiwa anak secara sehat. Karena di TK, anak mulai belajar bersosialisasi dengan teman-temannya dan mulai belajar lepas dari orang tua secara bertahap. Penekanan kegiatan di TK adalah bermain dengan gembira. Itulah sebabnya disebut sebagai Taman (Kanak-Kanak), bukan disebut Sekolah TK. Standar materinya adalah penekanan pada Etika, Estetika dan Kesehatan. Belum pada kegiatan Calistung sebagaimana di SD.
Berbagai materi yang diberikan dalam suasana bermain gembira dan ramah anak akan dengan mudah ditangkap oleh anak-anak pada usia TK ini. Usia yang ideal : 5 – 6 th untuk TK-A, 6 -7 th untuk TK-B. Lalu usia : 7 – 12 th untuk belajar di SD (Sekolah Dasar)”.
Nah, ternyata TK itu perlu yaaa. Tapi Pemerintah tentu masih terus mempertimbangkan pula aspek lainnya. Terutama anggaran untuk bisa menjalankan implementasi wajib belajar 13 tahun yang masuk dalam bagian Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakilnya Gibran Rakabuming Raka.