Jakarta, mataberita.net — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap faktor penopang yang membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali ke level Rp15 ribu-an dalam dua pekan terakhir.
Mulanya, Bendahara Negara itu mencatat tiga bulan yang lalu rupiah bersama mata uang di seluruh dunia mengalami tekanan depresiasi yang sangat berat. Karena tekanan itu, rupiah sempat terperosok ke atas Rp16 ribuan per dolar AS.
Tetapi, dalam dua pekan terakhir, rupiah kembali perkasa. Jika pada 7 Agustus lalu, rupiah masih terkulai tak berdaya di level Rp16.146 per dolar AS, pagi ini mata uang garuda sudah berhasil perkasa di level Rp15.504 per dolar AS.
“Ini menggambarkan bahwa ada faktor global yang mempengaruhi, terutama dari sisi negara-negara maju yang memiliki dampak kepada seluruh dunia,” kata wanita yang akrab disapa Ani itu dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-4 Masa Persidangan I 2024-2025 di Jakarta Pusat, pada Selasa (27/08/2024).
Tetapi pada saat yang sama, Ani menyebut rupiah juga ditopang oleh pondasi ekonomi Indonesia, terutama pada outlook neraca pembayaran.
Oleh karena itu, ia menekankan ekspor dan current account deficit atau defisit transaksi berjalan menjadi sangat penting dan bergantung kepada produktivitas serta daya saing dari perekonomian Indonesia.
“Di sisi lain, landasan ekonomi makro terutama dari sisi fiskal memberikan kredibilitas yang mampu menarik arus modal kembali pada saat terjadi ketidakpastian,” tutur dia lebih lanjut.
Lebih lanjut, Ani menjelaskan kondisi AS dengan defisit APBN mereka yang sangat besar akan mendorong penerbitan surat berharga negara (SBN) AS yang cukup besar.
BACA JUGA : Otoritas Jasa Keuangan Izinkan Influencer Promosikan Kripto
Menurutnya, hal ini berpotensi menahan yield dari US Treasury yang akan berimbas kepada banyak SBN negara berkembang, terutama Indonesia. Namun, dengan reputasi dan kredibilitas APBN, ia yakin Indonesia mampu menciptakan nilai selisih yang cukup dekat.
Ia pun menyoroti bagaimana suku bunga AS diperkirakan akan dipangkas tiga kali dengan total penurunan 100 basis point dari sebelumnya hanya 75 basis point.
“Indonesia dalam hal ini surat berharga di antara emerging market memiliki daya tarik yang cukup besar karena fondasi fiskal yang terjaga baik. Risiko ketidakpastian yang sangat tinggi ini perlu untuk kita waspadai dan kita cermati,” imbuh Ani.