MATABERITA.NET, Jakarta- Serangan fajar Kembali populer pada pemilihan kepala daerah 2024. Tujuannya ialah untuk membeli suara yang dilakukan oleh beberapa orang untuk memenangkan calon yang bakal menduduki posisi sebagai pemimpin legislatif dan eksekutif dari Partai politik.
Serangan fajar alias politik uang yang umumnya menyasar kepada kelompok masyarakat menengah ke bawah. Pembagian uang tersebut terjadi pada saat menjelang hari pemungutan suara dengan tujuan agar masyarakat itu memilih partai atau kader tertentu
Dalam Pemilu dan Pilkada masih dipengaruhi kekuatan uang. Diperkirakan setiap peserta pemilu harus mengeluarkan 5-30 Miliar untuk bersaing di kontestasi politik.
Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai serangan fajar yang marak terjadi menjelang pemilu 2024.
Menurut Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, “Serangan Fajar” merupakan istilah populer dari praktik politik uang. Berdasarkan Pasal 515 dan Pasal 523 ayat 1-3 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta Pasal 187 A ayat 1-2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, serangan fajar tidak terbatas hanya pada pemberian uang, tetapi juga dalam bentuk lain seperti paket sembako, voucher pulsa, voucher bensin, atau barang lain yang bernilai uang di luar ketentuan bahan kampanye yang diperbolehkan.
Sesuai Pasal 30 ayat 2 dan 6 Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2018, bahan kampanye yang diperbolehkan meliputi selebaran, brosur, pamflet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat makan/minum, kalender, kartu nama, pin, dan alat tulis. Nilai setiap bahan kampanye ini jika dikonversikan tidak boleh lebih dari Rp 60.000.
Sisi Negatif Akibat Serangan Fajar
- Kerugian Lima Tahun
Pemilih dapat menderita kerugian selama lima tahun masa jabatan karena janji-janji politik dari pelaku serangan fajar belum tentu ditepati, terutama jika politisi lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya.
- Memicu Korupsi
Kandidat yang terlibat dalam serangan fajar sering kali akan melakukan tindakan korupsi setelah terpilih untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan selama kampanye.
- Merusak Demokrasi
Serangan fajar merusak prinsip dasar demokrasi yang seharusnya menjamin pemilihan yang bebas dan adil. Ketika politik uang dimainkan, hak pilih tidak lagi mencerminkan aspirasi dan kehendak masyarakat. Pemilu yang seharusnya berdasarkan kualitas dan visi, justru berubah menjadi proses di mana suara dibeli dengan imbalan uang atau barang. Ini membuat pemilih kehilangan hak untuk memilih dengan jujur sesuai nurani, dan demokrasi pun terciderai.
- Menurunkan Legitimasi Pemilu
Politik uang, termasuk serangan fajar, menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu. Ketika praktik curang ini berlangsung secara masif, hasil pemilu dianggap tidak lagi sah atau mencerminkan kehendak rakyat yang sesungguhnya. Hal ini menurunkan legitimasi pemimpin terpilih di mata masyarakat, karena kemenangan mereka dianggap didapatkan melalui kecurangan. Legitimasi yang rendah bisa mempengaruhi stabilitas politik dan kepercayaan publik pada pemerintahan yang baru.
- Menambah Biaya Politik
Serangan fajar juga berkontribusi terhadap peningkatan biaya politik, karena kandidat harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk membeli suara. Ketika biaya politik meningkat, partisipasi dalam politik pun semakin sulit dijangkau oleh calon yang mungkin memiliki kualitas dan integritas tetapi tidak memiliki sumber daya finansial.
Serangan fajar tidak menjamin kemenangan bagi kandidat atau partai politik. Pemilih saat ini lebih pragmatis-mereka mungkin menerima uang tetapi tidak memilih kandidat yang menawarkan uang tersebut. Karena itu, hak memilih sesuai hati nurani tetap sangat penting, dan suara pemilih tidak boleh dibeli.