Jakarta, mataberita.net — Perusahaan peternakan sapi perah dan susu serta daging di China banyak yang gulung tikar.
Fenomena itu diungkap Kepala Divisi Dairy Asia, perusahaan jasa keuangan dan komoditas StoneX, Li Yifan.
“Perusahaan peternakan sapi perah merugi baik dari penjualan susu maupun daging,” ucap Li Yifan
Ia menjelaskan kebangkrutan merupakan imbas penurunan angka kelahiran di China.
Menurut data pemerintah, angka kelahiran di China pada 2023 hanya 6,39 per 1.000 orang, turun dari 12,43 pada 2017. Angka itu merupakan rekor kelahiran terendah di China.
Buntut masalah itu, permintaan susu merosot drastis. Data menunjukkan pasar susu formula bayi turun sebesar 8,6 persen dalam volume dan 10,7 persen dalam nilai pada tahun fiskal 2024.
Penurunan permintaan tersebut membuat pasokan susu di China melonjak. Pasalnya pada saat bersamaan, produksi susu di Cina justru melonjak dari 30,39 juta ton pada 2017 menjadi hampir 42 juta ton pada 2023, melampaui target pemerintah yang 41 juta ton pada 2025.
Kondisi tersebut menyebabkan harga susu jatuh di bawah biaya produksi rata-rata sekitar US$0,535 atau senilai dengan Rp8.200 (asumsi kurs Rp15.190 per dolar AS) per kilogram.
Khusus untuk Modern Dairy, salah satu produsen utama di Cina, penurunan harga itu berdampak pada kinerja mereka.
Mereka mengalami kerugian bersih sebesar US$ 29.07 juta atau setara dengan Rp441 miliar (asumsi kurs Rp15.190 per dolar AS).
Selain memukul industri susu, masalah tersebut juga berdampak ke pasar daging sapi. Akibat masalah itu, pasokan ternak melonjak.
Industri yang mengalami kesulitan imbas penurunan permintaan susu banyak yang menjual ternaknya untuk mengimbangi kerugian dari penurunan harga dan permintaan susu.