Jakarta, mataberita.net — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberi sinyal bakal menurunkan suku bunga acuan atau BI rate pada kuartal IV 2024.
Hal ini seiring dengan inflasi RI yang terkendali dan pertumbuhan ekonomi yang terjaga.
Tercatat inflasi RI mencapai 2,51 persen pada Juni 2024. Angka ini turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 2,84 persen.
Sementara, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,11 persen pada kuartal pertama tahun ini. Angka ini pun terbilang lebih baik dibanding negara-negara lain.
“Kami masih melihat ruang untuk arah suku bunga BI rate akan turun, kemungkinan masih sama ya, yaitu pada triwulan empat,” ucap Perry dalam konferensi pers, pada Rabu (17/07/2024).
Selain itu, Perry menjelaskan pihaknya juga bakal tetap mencermati kebijakan suku bunga bank sentral AS (the Fed). Untuk sementara waktu, ia memproyeksi suku bunga The fed mulai turun pada November.
Tak hanya itu, BI juga bakal tetap mencermati nilai tukar rupiah dan yield obligasi AS.
BI kembali menahan suku bunga acuan di level 6,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 16-17 Juli 2024. Suku bunga deposit facility juga tetap 5,5 persen dan suku bunga lending facility tetap sebesar 7 persen.
BACA JUGA : Airlangga Hartarto Ungkap Soal Pemerintah Bakal Luncurkan BBM Jenis Baru Pada 17 Agustus 2024
Menurut Perry, keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability yaitu sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5 persen pada 2024 dan 2025.
“Fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek diarahkan untuk memperkuat efektivitas stabilisasi nilai tukar rupiah dan menarik aliran masuk portofolio asing,” ujarnya.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
“Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter makroprudensial dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah masih tingginya tidak pasien pasar keuangan global,” imbuhnya.