Jakarta, mataberita.net — Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Cahyo R. Muzhar menyatakan. Pendidikan Dasar Kurator dan pengurus merupakan sarana untuk mencetak calon Kurator dan Pengurus yang handal, profesional, berintegritas dan berkarakter.
“Penting bagi kita untuk memiliki kualitas Kurator dan Pengurus yang baik, profesional dan berintegritas untuk dapat melaksanakan tugas mengurus dan membereskan kepailitan, atau bersama-sama Debitor mengurus harta debitor dalam rangka restrukturisasi utang” kata Cahyo, saat memberikan sambutan pada acara Pendidikan Intensif Kurator dan Pengurus Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI) Angkatan XIV Tahun 2024 di Jakarta, pada Senin (12/08/2024).
Cahyo menjelaskan. Keberhasilan penyelesaian kepailitan dan PKPU sangat bergantung pada profesionalitas dan integritas Kurator dan Pengurus. Yang mana juga didukung oleh pengawasan maksimal dari Hakim Pengawas. Hal ini penting untuk ditekankan mengingat terdapat pengaduan-pengaduan dari masyarakat atas kinerja kurator dan pengurus.
Bahkan di lapangan, kepailitan dan PKPU dijadikan alat persaingan usaha bukan pemulihan dan keberlangsungan usaha (going concern). “Sampai dengan saat ini, Kementerian Hukum dan HAM masih mendapatkan adanya pengaduan masyarakat baik kapasitasnya sebagai Debitor, Kreditor maupun pihak lain yang berkepentingan yang merasa dirugikan atas ketidakprofesionalan kinerja Kurator dan Pengurus, ujar Cahyo.
Atas pengaduan-pengaduan tersebut, tercatat telah dilakukan penjatuhan sanksi pengahapusan tetap kepada 5 (lima) orang Kurator dan Pengurus dalam 2 (dua) tahun terakhir ini. Berangkat dari hal tersebut, Cahyo menegaskan pentingnya pengawasan maksimal oleh pihak terkait seperti Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Mahkamah Agung (MA). Yang mana salah satunya akan diwujudkan melalui integrasi sistem dan kerja sama.
“Nantinya dapat diawasi kurator dan pengurus yang ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga tidak boleh menangani lebih dari tiga perkara kepailitan atau PKPU. Selain itu, hakim juga bisa mengetahui apakah kurator tersebut masuk dalam daftar sanksi atau pengahapusan dari daftar kurator dan pengurus di Ditjen AHU,” kata Cahyo.
Cahyo menjelaskan. Ditjen AHU sendiri sudah memiliki layanan kurator dan pengurus melalui Aplikasi AHU Kurator dan Pengurus yang sudah diimplementasikan sejak awal tahun 2023. Aplikasi tersebut tidak hanya memiliki fitur pendaftaran dan perpanjangan kurator dan pengurus, melainkan juga pelaporan kinerja serta penyajian informasi kepailitan yang semata-mata dilakukan untuk memastikan integritas, akuntabilitas dan profesionalisme kurator dan pengurus.
BACA JUGA : Yukz Tanya : Pakai Busana Muslimah tapi Ketat, Boleh Tidak?
“Ke depan selain MA, aplikasi ini juga akan diintegrasikan dengan aplikasi kementerian dan lembaga terkait yang membutuhkan layanan kurator dan pengurus,” ujar Cahyo. Integrasi atau interoperabilitas tersebut merupakan salah satu indikator penting dalam penilaian kemudahan berusaha Business Ready (B Ready) World Bank.
Secara spesifik, Cahyo menjelaskan. Penilaian akan juga ditujukan pada proses hukum kepailitan yang mengatur 5 (lima) aspek. Itu meliputi prosedur pra dan pasca kepailitan, prosedur khusus terhadap kepailitan usaha mikro kecil, interoperabilitas layanan kepailitan dan ketersediaan serta kemudahan akses informasi proses kepailitan, spesialisasi Hakim yang memiliki kompetensi khusus bidang kepailitan, waktu dan biaya penyelesaian kepailitan. Tahun ini kita tengah menunggu hasil penilaian 60 (enam puluh) negara yang masuk dalam gelombang pertama termasuk Indonesia.
Cahyo menambahkan. Kemudahan berusaha tersebut tentunya harus diimbangi dengan pengawasan yang baik terhadap berbagai profesi antara lain Notaris, Advokat dan profesi hukum lainnya sebagaimana direkomendasikan FATF (Financial Action Task Force).
Perkembangan Revisi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang saat ini tengah memasuki tahap pembahasan Panitia Antar Kementerian dan diprioritaskan untuk masuk dalam Prolegnas 2025 – 2029.
“Dalam mereformasi hukum kepailitan terdapat beberapa persoalan yang menjadi kebutuhan pengaturan yaitu aspek hukum acara, penguatan lembaga peradilan, profesi kurator dan pengurus, imbalan jasa kurator dan pengurus termasuk biaya kepailitan, penguatan peran pemerintah sebagai regulator dan pengawas, serta efektifitas dan transparansi dalam penyelesaian perkara kepailitan melalui sistem informasi kepailitan serta kepailitan lintas batas (Cross-Border Insolvency). Termasuk beberapa materi muatan yang berkembang selama proses pembahasan seperti kepailitan di masa darurat bencana, kepailitan koperasi, implementasi putusan MK tentang upaya hukum kasasi dalam PKPU, dan penyesuaian dengan UUP2SK (omnibus law sektor keuangan),” jelas Cahyo.
Selain itu, Cahyo juga memberikan gambaran terkait arah kebijakan nasional. Yang mana Pemerintah mewacanakan membentuk family office yang merupakan entitas badan usaha yang didirikan oleh satu keluarga atau lebih yang tidak memiliki pemegang saham selain keluarga tersebut. Badan usaha model ini banyak diterapkan di yurisdiksi yang menganut sistem hukum common law seperti Hong Kong dan Singapura.
“Pilot project penerapan family office ini akan dimulai di IKN dan Bali dengan basis Kawasan Ekonomi Khusus. Oleh karenanya, akan dibangun ekosistemnya terlebih dahulu meliputi regulasi dan forum penyelesaian sengketanya,” ujar Cahyo.