Jakarta, mataberita.net — Menteri Keuangan Sri Mulyani memperketat aturan pembukaan rekening baru bank. Pengetatan ia lakukan dengan melarang lembaga jasa keuangan untuk membuka rekening baru atau memproses transaksi bagi nasabah yang menolak ketentuan identifikasi rekening keuangan.
Larangan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas PMK Nomor 70 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
“Lembaga keuangan pelapor tidak diperbolehkan melayani: a. pembukaan rekening keuangan baru bagi orang pribadi dan/atau entitas; atau b. transaksi baru terkait rekening Keuangan bagi pemilik Rekening Keuangan Lama, yang menolak untuk mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,” bunyi pasal 10 A beleid itu.
Dalam PMK 70-2014 disebut Direktur Jenderal Pajak (DJP) berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari lembaga jasa keuangan (LJK) dan entitas lainnya.
Akses informasi keuangan meliputi penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis dan pemberian informasi dan/ atau bukti atau keterangan berdasarkan permintaan, untuk pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan perjanjian internasional.
Lembaga keuangan pelapor merupakan LJK dan entitas lain, yang melaksanakan kegiatan usaha sebagai lembaga kustodian, lembaga simpanan, perusahaan asuransi tertentu, dan/atau entitas investasi.
BACA JUGA : OJK Deteksi Lebih Dari 6.000 Rekening Terkait Dengan Judi Online
Rekening keuangan yang wajib dilaporkan merupakan yang dimiliki oleh satu atau lebih orang pribadi dan/atau entitas yang wajib dilaporkan; atau entitas nonkeuangan pasif, dalam hal satu atau lebih pengendali entitas dimaksud merupakan orang pribadi yang wajib dilaporkan.
“Orang pribadi yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan orang pribadi yang negara domisilinya merupakan yurisdiksi tujuan pelaporan,” bunyi pasal 7.
Adapun yurisdiksi tujuan pelaporan adalah yurisdiksi partisipan yang merupakan tujuan bagi pemerintah Indonesia dalam melaksanakan kewajiban penyampaian informasi keuangan secara otomatis.
Sementara yurisdiksi partisipan adalah yurisdiksi asing atau negara selain Indonesia yang terikat dengan pemerintah Indonesia dalam perjanjian internasional yang memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi keuangan secara otomatis.
Sementara itu, entitas yang wajib dilaporkan merupakan entitas yang negara domisilinya merupakan yurisdiksi tujuan pelaporan, kecuali perusahaan yang sahamnya diperdagangkan secara teratur di satu atau lebih bursa efek, beserta entitas afiliasinya; entitas pemerintah; organisasi internasional; bank sentral; atau lembaga keuangan.
Apapun yang dikecualikan dari rekening keuangan yang wajib dilaporkan yakni rekening keuangan lama atau lebih dengan agregat saldo atau nilai sampai dengan US$250 ribu yang dimiliki oleh satu entitas.
Lembaga keuangan pelapor wajib menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk setiap rekening keuangan yang wajib dilaporkan kepada DJP.
Lembaga keuangan pelapor wajib melaksanakan prosedur identifikasi rekening keuangan yang dimiliki oleh orang pribadi atau entitas yang negara domisili dari orang pribadi atau entitas tersebut merupakan yurisdiksi asing.