Jakarta, mataberita.net — Mahkamah Agung (MA) menyebut penetapan susunan majelis hakim akan dilakukan secara robotik melalui aplikasi Smart Majelis buntut kasus suap vonis lepas korupsi minyak goreng.
Juru Bicara MA Yanto mengatakan penggunaan teknologi itu akan mulai diberlakukan pada Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding.
“MA segera menerapkan aplikasi penunjukan majelis hakim secara robotic (Smart Majelis) pada pengadilan Tingkat pertama dan Tingkat banding,” katanya dalam konferensi pers, pada Senin (14/04/2025).
Ia menjelaskan sistem tersebut sama seperti yang saat ini sudah diterapkan oleh Mahkamah Agung untuk menyusun majelis hakim. Melalui aplikasi itu, kata dia, diharapkan dapat menekan celah-celah korupsi yang terjadi.
“Sebagaimana yang telah diterapkan di Mahkamah Agung untuk meminimalisir terjadinya potensi judicial corruption,” bebernya.
BACA JUGA : Layanan Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta Masuk Peringkat 10 Besar Dunia versi Skytrax
Sebelumnya Kejagung menetapkan total tujuh orang tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait vonis lepas di perkara korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit periode 2021-2022.
Ketujuh tersangka itu Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan. Kemudian ketiga Majelis Hakim pemberi vonis lepas yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom .
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar menyebut terdapat bukti pemberian suap sebesar Rp60 miliar dari Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara korporasi PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group dan PT Musim Mas Group.
Ia mengatakan uang itu diterima oleh Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat melalui Wahyu Gunawan yang saat itu menjabat sebagai Panitera Muda pada PN Jakarta Pusat.
“Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara agar Majelis Hakim yang mengadili perkara itu memberikan putusan onslagt,” terangnya.
Qohar mengatakan Arif Nuryanta menggunakan jabatannya saat itu sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dalam mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng.
“Jadi perkaranya tidak terbukti, walaupun secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan, tetapi menurut pertimbangan majelis hakim bukan merupakan tindak pidana,” imbuhnya.