Jakarta, mataberita.net — Kemacetan di Jabodetabek menyebabkan kerugian negara hampir Rp100 triliun setiap tahun.
Kepala Unit Pengelola Sistem Jalan Berbayar Elektronik (SJBE) Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Zulkifli menyebut angka itu berasal dari data hasil kajian Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration Phase 2 (JUTPI PHASE 2) yang dilaksanakan pada 2019 oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
“Jadi Rp100 triliun itu terdiri dari, Rp40 triliun itu berasalkan atas dari biaya operasi kendaraan. Biaya operasi kendaraan itu terdiri atas misalkan bahan bakar dan lain-lain, oli dan lain-lain,” katanya usai diskusi publik oleh Institut Studi Transportasi di All Seasons Thamrin, Jakarta Pusat, pada Kamis (04/07/2024).
“Lalu Rp60 triliunnya itu berasal dari travel time, jadi waktu tempuh perjalanan itu akan dihitung, itu sekitar Rp60 triliun,” tuturnya.
Selain waktu tempuh, ia menjelaskan bahwa kerugian Rp60 triliun juga termasuk kerugian polusi udara yang menyebabkan kesehatan terganggu.
Untuk mengurangi kemacetan, Zulkifli menjelaskan sudah diterapkan aturan ganjil genap untuk membatasi kendaraan. Di samping itu, ada juga kebijakan tarif parkir dan kebijakan insentif low emission zone (LEZ) untuk kualitas udara.
Ia pun mengungkap pihaknya tengah menggodok aturan untuk menerapkan electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar.
Jalan berbayar dalam arti sederhana adalah pungutan yang dikenakan kepada pengemudi kendaraan pribadi, baik itu mobil dan motor, ketika melintasi daerah-daerah tertentu dan di waktu tertentu.
“Tahun ini kami susun perda terkait isinya, salah satunya ERP. Perda-nya itu isinya push strategy semua. Namanya Perda Manajemen Lalu Lintas isinya empat. Pertama ERP, kemudian LEX, kemudian manajemen parkir, dan keempat pembatasan usia dan jumlah kendaraan. Ini sekarang kami proses,” pungkasnya.