Jakarta, mataberita.net — Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengungkapkan biang kerok menurunnya daya beli masyarakat.
Menurut dia, penurunan daya beli masyarakat terjadi karena tiga sebab. Pertama, maraknya judi online (judol). Jahja mengatakan judol membuat masyarakat kehilangan banyak uang.
“Orang sudah hopeless, judol. Bahkan bank dibawa-bawa. Cara judol ada e-wallet, ada tunai banyak sekali tidak terdetect. Ini menggerogoti daya beli masyarakat,” tuturnya dalam acara BCA UKM Fest di Mal Kota Kasablanka, pada Rabu (07/08/2024).
Kedua, berkurangnya diskon yang ditawarkan belanja online. Jahja menuturkan dalam beberapa tahun lalu, platform belanja online menawarkan banyak diskon kepada masyarakat. Hal itu membuat belanja masyarakat bergairah. Fenomena tersebut pun dikenal sebagai bakar uang dari pelaku platform belanja online.
“Ini masuk dan bakar duit, tahun 2022 dibakar Rp80 triliun yang menikmati middle class, tapi banyak lower class dapat income, ada daya beli subsidi indirectly,” kata Jahja.
Tetapi, saat ini diskon tersebut sudah mulai berkurang. Imbasnya, masyarakat harus berbelanja online dengan biaya lebih tinggi. Karenanya, daya beli pun menurun.
BACA JUGA : Jokowi Apresiasi dan Resmikan Pabrik Baru, Bahan Anoda Baterai Lithium
Ketiga, berkurangnya jumlah pinjaman online (pinjol) ilegal. Jahja menuturkan pada saat covid-19 melanda, keberadaan pinjol ilegal marak di Indonesia. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang meminjam uang. Jahja mencontohkan ada satu orang yang bisa meminjam dana pada 20 pinjol sekaligus.
Hal itu terjadi karena ia gali lobang tutup lobang. Dengan kata lain, saat ia tidak bisa membayar utang di satu pinjol, ia akan meminjam ke pinjol lain untuk membayar tagihan.
Di samping itu, ini memang merugikan masyarakat. Kendati, secara tidak langsung daya beli cukup kuat. Tetapi, saat ini pinjol ilegal sudah diberantas oleh Otorita Jasa Keuangan (OJK). Oleh karena itu, daya beli juga cukup terkikis.
Penurunan daya beli tengah terjadi di Tanah Air. Ada beberapa faktor yang mendukung, pertama deflasi yang tercatat tiga bulan berturut-turut. Kedua, menurunnya kinerja industri manufaktur sehingga PMI Manufaktur masuk ke zona kontraksi.
Ketiga, terjadi banyak PHK akibat melemahnya permintaan sehingga produksi tertahan dan ekspor menurun.
Data Mandiri Spending Index menunjukkan tabungan konsumen menengah dengan nilai Rp1 juta hingga Rp10 juta, turun dari kisaran 100 pada Januari 2023 menjadi 96,6 pada Mei 2024.
Adapun fenomena makan tabungan paling dalam terjadi pada April 2024, yakni di level sekitar 90-an. Di satu sisi, daya beli kelas menengah juga turun dari level 130-an pada Januari 2023 menjadi 122,7 pada Mei 2024.