Jakarta, mataberita.net — Tentu sudah menjadi rutinitas setiap 25 Desember, umat Kristiani (Kristen) dan Katolik merayakan Hari Raya Besar Natal. Biasanya ini dilengkapi dengan ibadah, serba baru, pesta perayaan dan kumpul keluarga. Kemudian tak ketinggalan, nuansa tempat tinggal pun dipenuhi dengan pernak pernik yang menghiasi. Akan tetapi ternyata menurut pandangan Disiplin F. Manao yang sehari – harinya menjabat Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Mataram sekaligus Pendeta tidaklah demikian. Natal pada hakekatnya adalah pengorbanan. Tak sekadar ibadah, serba baru dan pesta perayaan.
Ya tak sedikit orang selalu menyiapkan momen Natal agar terlihat meriah. Biasanya ditemukan di setiap tempat tinggal dihiasi layaknya pohon natal, lampu warna warni, karangan bunga, lonceng, lilin beraroma, nutcracker, Santa Claus, rusa kutub, taplak meja, kalendar adven dan kaos kaki. Lain halnya bagi Manao, sapaan akrabnya ketika menjalani momen Natal. Dia memaknai Natal harus diisi dengan sesuatu pengorbanan. Natal punya cerita. Yaitu peristiwa Tuhan dengan inkarnasi mengosongkan dan meninggalkan seluruh kemuliaan (Zona Nyaman) di Sorga dan turun ke dunia menjadi sama dengan manusia.
“Tuhan menjadi manusia. Natal pada kekinian haruslah dimaknai sebagai bentuk realisasi pengorbanan setiap umat manusia terhadap sesama yang membutuhkan uluran tangan,” kata Pria berdarah Ono Niha pada Jumat (24/12/2024). Dia juga menegaskan. Hakikat Natal itu pengorbanan. Dia menggambarkan peristiwa pengorbanan Tuhan Yesus untuk semua umat manusia. “Jadi bicara Natal, memang ini bicara yang tidak pernah usang dan tak pernah habis. Paling tidak setiap tahun kita merayakan yang namanya ibadah dan perayaan Natal. Pertanyaan yang paling mendasar sebenarnya apa sih sebetulnya hakikat Natal? Maka kalau saya boleh rumuskan,” terangnya.
BACA JUGA : Yukz Tanya : Pers dan Demokrasi, Kesatuan Tak Bisa Dipisahkan untuk Bijak
“Hakikat Natal itu adala pengorbanan. Apa yang dikorbankan ? Mengala dan Siapa yang berkorban? Dan untuk siapa berkorban?” jelas Suami dari Sorta Delima Lumban Tobing. Natal, lanjutnya, adalah peristiwa yang berada diluar jangkauan pikiran manusia. “Yaitu bagaimana Tuhan menjadi manusia. Tuhan rela dan berkorbanan meninggalkan status ke-Ilahian-Nya karena cinta kasihnya bagi dunia dan manusia ciptaan-Nya. Dia lahir di kandang domba, bukan di rumah sakit, bukan di hotel berbintang lima. Nah bagaimana hidupnya? Hidupnya pun dalam kesederhanaan. Karena apa? Dia dilahirkan oleh kuat Kuasa Roh – Rohul Kudus dalam sebuah keluarga yang sederhana,” paparnya.
“Yusuf dan Maria itu adalah pekerja tukang kayu. Maka dalam satu ayat dikatakan begini. “Serigala punya liang, burung punya sarang tapi Anak Manusia, yaitu Yesus tidak punya tempat untuk meletakkan kepalanya,” terang Pria yang punya hobi golf itu. Dia juga menjelaskan mengenai kehidupan Yesus bersama Yusuf dan Maria. Yesus sungguh di bumi tak ubahnya hidup mengembara. “Sebagai Raja Orang Yahudi (secara Rohani) bukan tinggal di istana Herodes, bukan di hotel berbintang lima tetapi mengembara dari desa ke desa, dari kampung ke kampung untuk menyampaikan berita keselamatan yang dari Sorga,” ungkapnya.
“Lebih lagi akhir hidup Yesus di dunia berkorban, diludahi, dikasih mahkota duri. Dia dianiaya, diolok, dihina digantung di kayu kasar bernama Salib. Yesus disalip dengan paku – paku yang besar di kayu yang kasar itu. Dan pada akhirnya dia menyerahkan nyawanya. Buat siapa? Untuk menebus seluruh umat manusia yang oleh kesaksian Kitab Suci, semua orang telah jatuh dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Akibat dosa adalah maut. Yaitu semua manusia berdosa akan berakhir pada kekekalan, pada kematian abadi,” kata Pria bermarga Manao itu. Dia pun menegaskan. Natal sesungguhnya adalah pengorbanan. Pengorbanan Tuhan kepada semua umat manusia.

“Jadi kalau saya ditanya sekarang, apa sih makna Natal itu dalam kehidupan sehari – hari dewasa ini?” tanya Disiplin F. Manao. Pertama, menurutnya, pada awalnya manusia diciptakan oleh Tuhan berharga, istimewa dan mulia. “Akan tetapi sejak manusia Adam dan Hawa jatuh dalam dosa di Taman Eden dan dibuang ke bumi, maka sesungguhnya sejak itulah semua turunan Adam dan Hawa termasuk kita ini adalah telah jatuh dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Oleh karenanya sebagai wujud kasih Allah yang luar biasa ada di dalam Injil Yohanes 3:16, ‘Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal’,” sambungnya.

“Artinya dengan percaya dalam nama-Nya, maka setiap percaya dalam namanya tidak binasa, tidak masuk neraka, tidak mati dalam kematian abadi, tetapi akan masuk dalam hidup kekal bersama Bapa di Sorga,” papar Ketua PTTUN Mataram. Kedua, tambahnya, Natal juga bermakna sebagai Pendamai antara Allah yang Maha Kudus dengan manusia yang telah terbelenggu dalam dosa, nazis dan tidak berkenan kepada Allah. Beribu tahun terputus hubungan antara Allah pencipta dengan umat manusia sebagai ciptaan. Dengan darah-Nya yang tertumpah dan daging-Nya yang tercabik, menghapus semua orang.

Lanjut Manao dengan tegas, sehingga setiap orang percaya ditahirkan, disucikan, dikuduskan dan menjadi ‘Perawan Suci’. Natal adalah wujud kasih Allah yang luar biasa mendamaikan diri-Nya dengan umat ciptaa-Nya. Sesungguhnya Yesus diutus ke dunia ini bukan untuk orang Israel saja, bukan untuk orang Kristen saja, tapi bagi semua orang. “Jadi jangan ini dikotakkan seolah – olah Yesus Kristus, nabi Isa Almasih yang ditulis dalam kitab suci yang lain itu seolah – olah hanya buat orang Kristen. No…..! Hal itu merupakan pandangan yang sempit dan salah nan fatal. Yesus diutus untuk seluruh umat ciptaan Tuhan,” ujarnya.

“Maka lagunya harusnya dia lahir untuk kita, bukan untuk kami. Dia mati untuk kita, bukan untuk kami. Dan dia bangkit untuk kita, bukan untuk kami,” tutur Pendeta yang pula aktif berorganisasi. Terusnya, Yesus tidak pernah membawa agama apapun di dunia yang fana ini. “Yesus datang ke dunia ini untuk membawa keselamatan bagi seluruh umat manusia yang percaya dalam namanya,” tambah Pendeta yang dikenal aktif berorganisasi itu. Menurutnya, kini pun makna Natal bisa direalisasikan. Seperti halnya Tuhan Yesus berkorban untuk umat manusia, maka sebagai umat manusia tentu bisa melakukan sesuatu yang sederhana, yang bermanfaat dan dibutuhkan oleh sesamanya.

“Contohnya, menyapa dan membantu mereka yang tinggal di Panti Asuhan atau Panti Jompo. Yang mana sebenarnya masih mempunyai keluarga, namun sudah tidak dipedulikan. Masih dalam kekinian setogianya setiap orang yang percaya dalam nama Tuhan Yesus, meneladani pengorbanan Tuhan. Ketika kita tahu, banjir dan tanah longsor di berbagai daerah seperti Nias, janganlah hanya melihat – lihat, komentar tanpa berbuat. Demikian juga ada gempa di NTT, jangan cuma dengar – dengar, kita harus empati. Kita bantu. Sebelumnya ada bencana Gunung Semeru Meletus dengan erupsi yang luar biasa. Apa yang bisa kita perbuat?” ajak Pendeta Disiplin F. Manao.

Disiplin F. Manao juga mengajak agar tidak menjalankan pesta perayaan saja dengan serba baru untuk momen Natal. “Ayo mari kita berkorban. Supaya saudara – saudara kita melihat kasih Allah Bapa itu lewat kehidupan kita, lewat pengorbanan kita. Itu maksud Natal sesungguhnya. Bukan baju baru, bukan celana baru, bukan pohon natal baru, bukan cat rumah baru, bukan……! Tetapi berkorban untuk banyak orang. Sehingga kita benar – benar merayakan hakikat Natal sesungguhnya yaitu pengorbanan,” tandasnya.