Jakarta, mataberita.net —Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan utang rafaksi minyak goreng sebesar Rp474 miliar mulai dibayarkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ke pelaku usaha.
Namun, jumlah utang yang telah dibayarkan belum dipastikan besarannya mengingat proses masih berlangsung.
“Sebagian sudah (dibayar). Ini prosesnya sudah bergulir di BPDPKS,” tutur Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim di Kemendag, pada Rabu (19/06/2024).
Ia mengatakan berdasarkan hasil verifikasi PT Sucofindo selaku surveyor total utang yang harus dibayar ke pelaku usaha minyak goreng sebesar Rp474 miliar. Utang tersebut akan dibayar ke produsen kemudian diteruskan ke peritel.
“Ini masih memilah-milah dari total itu perusahaan A dapat berapa perusahaan B dapat berapa. Nanti produsen dulu baru ke peritel,” ucapnya.
BACA JUGA : Gubernur DKI Jakarta Heru Buka Suara Terkait PBB-P2 Yang Tidak Berdampak Bagi Masyarakat Bawah
Permasalahan ini muncul ketika pemerintah mengintervensi pasar dengan mewajibkan seluruh ritel modern anggota Aprindo untuk menjual minyak goreng seharga Rp14 ribu per liter pada 2022 lalu.
Ini tertuang dalam Permendag Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Kebingungan terjadi ketika Permendag Nomor 3 Tahun 2022 yang seharusnya berlaku sampai enam bulan malah diganti Permendag Nomor 6 Tahun 2022, hanya sebulan setelah dirilis. Pada akhirnya, Permendag Nomor 3 Tahun 2022 yang mengatur soal uang rafaksi itu tak berlaku lagi.