Jakarta, mataberita.net — Belasan Pengusaha yang tergabung dalam Forum Komunikasi Korban PT Bandung Daya Sentosa (BDS) menjerit. Lantaran tak kunjung menemui titik terang kesepakatan tunggakan pembayaran dari BUMD milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) khususnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung. Padahal, total kerugian pun tak tanggung-tanggung. Yakni ditaksir mencapai Rp 105,4 miliar. Bahkan ini rupanya menjadi atensi Kementerian Dalam Negeri yang disampaikan dalam Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak sebagai utang vendor ayam yang harus dilunasi. Ini tentunya menjadi dugaan pengadaan fiktif.
Ketua Forum, DA, mengungkapkan. Sejak awal 2024, Para Pelaku Usaha diminta untuk memasok daging ayam, khususnya bagian dada, ke PT BDS sebagai bagian dari program distribusi pangan daerah. Namun hingga Juli 2025, ada beberapa pengusaha tak sepeser pun pembayaran diterima. “Sudah lebih dari satu tahun kami menunggu. Tidak ada kepastian pembayaran. Padahal kami sudah suplai dalam jumlah besar. Tidak ada mediasi yang menawarkan solusi kepada kami. Bahkan, kasus saya sendiri sudah masuk laporannya di kepolisian,” ujarnya di kawasan Rawamangun, Jakarta, pada Kamis (03/07/2025).
Salah satu dokumen penting, berupa Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak tertanggal 9 Desember 2024 turut diperlihatkan dalam forum. Surat ini ditandatangani oleh Direktur Utama PT BDS Dr. Yanuar Budinorman dan Direktur Noviyanti. Yang mana menyatakan bahwa perusahaan dalam hal ini Direksi PT BDS bertanggung jawab secara mutlak atas total utang kepada vendor ayam sebesar Rp 105.405.264.919,00. Sayangnya, hingga kini surat tersebut tak lebih dari janji tanpa realisasi.
BACA JUGA : Yukz Tanya : DKI Jadi Daerah Khusus Jakarta, IKN Pindah ke Kaltim Sudah Tepat?
“Ini sudah merugikan banyak pelaku usaha kecil. Kami terpaksa melakukan penghentian para pekerja karena tidak punya biaya untuk gaji karyawan,” tambah DA. Forum menilai. Kasus ini mencerminkan kegagalan pengelolaan BUMD dan menjadi preseden buruk terhadap kepercayaan publik pada program ketahanan pangan nasional. “Kami mendesak Pemprov Jabar untuk turun tangan menyelesaikan masalah ini. Jangan biarkan BUMD milik pemerintah merugikan rakyat kecil,” tegasnya.
Kisah pilu juga dialami oleh AMZ, salah satu korban lain yang awalnya diminta untuk menyuplai ikan ke setiap kecamatan. Dia merasa tertipu setelah tiga kali pengiriman atas permintaan staf Bupati, tetapi tak kunjung dibayar. “Awalnya saya menyerahkan surat permohonan dan company profile perusahaan ke Bupati Kabupaten Bandung untuk mendapatkan pengadaan Ikan. Lalu, Bupati merekomendasikan ke Direktur BDS Yanuar, hingga akhirnya kita bekerjasama,” ungkapnya. Dia menambahkan. Pihak staf Bupati memintanya mengirim ikan untuk dibagikan ke masyarakat.
Bahkan, Gudang milik AMZ sempat disurvei oleh pihak Bupati dan BDS, serta ikan dibagikan bersama Lurah, Camat, dan aparat setempat. Hal ini membuatnya yakin bahwa semuanya resmi dan aman. “Kami melakukan tiga kali pengiriman ikan atas permintaan Staf Bupati, namun hingga saat ini tak kunjung dibayar,” ujarnya. Sungguh memprihatinkan, perusahaan berplat merah tidak menjamin komitmen bisa gamblang direalisasikan.

Nyatanya, total tagihan yang belum dibayar untuk pengadaan ikan mencapai Rp 500 juta. Tak berhenti disitu, AMZ juga diminta menyediakan produk ayam Boleness Dada (BLD). Tapi, lagi-lagi, pengiriman rutin tak dibarengi pembayaran. Ya rasa kepercayaan yang ditaruh pada perusahaan berplat merah bak kertas usang dalam tong sampah. “Saya tidak ada kepikiran bakal tertipu, karena itu perusahaan Pemerintah Daerah. Tidak mungkin dong pemerintah nipu rakyatnya sendiri. Tidak tahunya hingga saat ini saya tak dibayar, bahkan gak ada itikad baik dari PT BDS dan Bupati,” tutupnya. Hingga berita ini diturunkan, pihak PT BDS pun belum memberikan tanggapan resmi.