MATABERITA.NET, Jakarta- Bank Dunia menyebut Indonesia negara yang paling jelek koleksi pajaknya. World Bank sendiri merupakan lembaga keuangan internasional yang menyediakan pinjaman kepada negara berkembang untuk program pemberian modal. Tujuannya untuk mengurangi kemiskinan.
Tiga minggu lalu Bank Dunia mengunjungi Kantor Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Mendengar hal itu, Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan tersinggung. Ia bahkan menyebut Indonesia disamakan dengan Nigeria.
“Dia kasih presentasi, mengatakan Indonesia salah satu negara yang koleksi pajaknya paling jelek. Kita disamakan sama Nigeria ya waktu itu, tersinggung saya,”. Ucap Luhut pada Rabu (15/1/25).
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia itu mengatakan bahwa World Bank memperkirakan, jika Indonesia mampu mengelola pajak secara optimal, maka penerimaan negara dapat meningkat hingga 6,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Angka ini setara dengan tambahan pendapatan sebesar Rp 1.500 triliun,” ucap Luhut.
Baca Juga :
Siswa Keracunan Usai Makan Bergizi Gratis, Kepala Sekolah : Siswa Cium Bau Basi
Kepada Bank Dunia, Luhut menyampaikan, Indonesia berencana membuat layanan digital pemerintah atau Government Technology (GovTech) untuk mempermudah pemerintah mengawasi setiap pergerakan ekonomi.
“Ini sama seperti PeduliLindungi saat masa Pandemi Covid-19. Kami hampir tidak ada keluar uang di situ, tapi dengan PeduliLindungi ini kami bisa mengontrol perpindahan penduduk dan keamanan satu gedung, satu daerah, mengurangi penyebaran Covid waktu itu,” papar Luhut.
Saat ini pemerintah, kata Luhut sudah memiliki layanan digital sistem informasi mineral dan batu bara kementerian/lembaga (SIMBARA) untuk menertibkan pajak. Melalui sistem tersebut, seluruh aktivitas produksi, hingga ekspor-impor mineral dapat terdata dan terlacak.
“Dia sudah ekspor berapa, dia bayar royalti atau belum, ada utang di pemerintah atau tidak. Once itu terjadi, otomatis blocking,” cetus Luhut.
Aplikasi Govtech tersebut ditargetkan bisa berjalan pada Agustus mendatang, dan optimal dalam tiga tahun ke depan. Menurutnya ada 300 anak bangsa yang terlibat dalam pembuatan layanan digital tersebut. “Jadi ini bukan impor ya. Langsung yang membantu juga di Peduli Lindungi,” pungkas Luhut.