Jakarta, mataberita.net — Badan Pangan Nasional (Bapanas) menjelaskan mekanisme pengadaan bantuan pangan, termasuk peluang pemberian untuk korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Bos Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan pemerintah pasti bakal mengadakan rapat internal terlebih dahulu. Presiden kemudian bakal memerintahkan apa yang harus dikerjakan, termasuk oleh Bapanas.
“Kita menunggu penugasan saja (pemberian bantuan pangan untuk korban PHK), maksudnya dalam rapat itu hitungannya seperti apa,” tutur Arief di Kompleks DPR RI, Jakarta, pada Rabu (04/09/2024).
“Kan harus disesuaikan juga anggarannya, siapa (penerima bantuan pangan), berapa banyak, itu kan juga harus disesuaikan. Biasanya (rapat) akan melibatkan menteri keuangan, menko PMK, menteri sosial, Badan Pangan,” lanjutnya.
Arief menegaskan bantuan dalam keadaan darurat, seperti untuk korban PHK, tidak termasuk mekanisme rutin. Jika sudah menjadi kebijakan rutin, ia menyebut pasti akan diusulkan anggarannya dalam pembahasan dengan DPR RI.
Ia mencontohkan rencana perpanjangan bantuan cadangan pangan pemerintah (CPP) beras di 2025. Arief meminta tambahan anggaran Rp20,22 triliun, salah satunya untuk perpanjangan program bantuan tersebut.
Bantuan pangan berupa beras selama enam bulan di 2025 membutuhkan Rp16,68 triliun. Ada juga penyaluran bantuan pangan berupa daging ayam dan telur yang memerlukan dana Rp834,1 miliar.
“Bantuan itu kan macam-macam, kalau yang di Badan Pangan itu bantuannya lebih banyak untuk stabilisasi, jaga inflasi, sama disaster atau bencana alam,” ujar Arief.
BACA JUGA : Ma’ruf Amin Berharap Kebijakan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Berlanjut Pada Pemerintahan Prabowo
Wacana pemberian bantuan sosial (bansos) untuk korban PHK sebelumnya diungkapkan Menteri Sosial Tri Rismaharini. Ia mengaku diperintah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy untuk mencari data korban PHK.
Akan tetapi, Risma kesulitan mendapatkan data tersebut. Ia mengklaim sudah berkeliling ke Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), BPJS Ketenagakerjaan, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), hingga Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Mantan wali kota Surabaya itu menyebut Kemensos bisa mengutak-atik data penerima bansos. Namun, ia menegaskan orang yang sudah mendapatkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tidak bisa masuk ke dalam daftar penerima bansos.
“Makanya kita selalu crosscheck dengan BPJS Ketenagakerjaan, mereka yang ada di situ kemudian tidak kita berikan bansos. Tapi kan (sekarang) banyak PHK pak, itu yang kita cari tadi,” imbuh Risma dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Jakarta, pada Selasa (03/09/2024).
“Sampai sekarang masih kita cari data itu (korban PHK), supaya kelompok menengah yang rentan ini bisa kita cover. Karena setiap bulan kami juga bisa mengeluarkan yang tidak miskin itu kita keluarkan (dari penerima bansos). Kami sudah rapat mulai dua bulan lalu, tapi data itu gak kami miliki, mereka (Kemenko PMK) juga belum dapat,” pungkasnya.