Jakarta, mataberita.net — Badan Pangan Nasional (Bananas) buka suara soal pernyataan Bank Dunia yang menyebut harga beras di Indonesia menjadi yang termahal di ASEAN.
Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas mengatakan Rachmi Widiriani mengatakan harga beras dalam negeri mahal karena biaya produksi yang besar. Karena itu, petani menaikkan harga agar tetap mendapatkan keuntungan.
“Memang betul harga beras di dalam negeri saat ini tinggi, tapi memang biaya produksinya juga sudah tinggi, sehingga kalau kita runut dari cost factor produksi beras di dalam negeri, kalau kita perhatikan memang tinggi, jadi petani juga berhak mendapatkan keuntungan,” tutur Rachmi, di Bali, pada Jumat (20/09/2024).
Rachmi melanjutkan saat ini petani mendapat keuntungan yang cukup karena harga gabah dibeli di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya tanaman pangan, sambungnya, juga sedang dalam kondisi yang baik.
Adapun NTP merupakan salah satu indikator kesejahteraan petani. NTP merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani.
Rachmi mengatakan harga beras sebenarnya bisa ditekan apabila petani menggunakan benih yang bagus sehingga bisa meningkatkan produksi.
“Kalau benihnya bagus, nanti produktivitasnya meningkat, maka produksi satuan lahan itu juga meningkat, petani akan mendapatkan gen atau hasil dari penjualannya lebih bagus. Mungkin lama-lama kalau misalnya semakin luas lahan pertanian dengan perbaikan-perbaikan yang dilakukan, harga akan relatif menjadi stabil,” katanya.
Selain itu, petani katanya juga perlu melakukan efisiensi untuk meningkatkan produktivitas melalui inovasi dan penggunaan teknologi. Misalnya penggunaan drone untuk penyebaran pupuk yang bisa lebih hemat 30 persen dibandingkan dengan cara manual karena sebaran pupuk lebih merata.
“Memang harus melakukan efisiensi. Jadi dengan efisiensi, produktivitas naik, petani akan mendapatkan dua keuntungan, harga bagus, kemudian penghasilan yang bagus, produksinya tinggi, lama-lama harganya akan stabil,” imbuhnya.
Pada gelaran Indonesia International Rice Conference (IIRC), di Nusa Dua, Bali, pada Kamis (19/09/2024), Bank Dunia menyebut bahwa harga beras Indonesia 20 persen lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Namun kesejahteraan petani justru masih rendah.
Berdasarkan Survei Terpadu Pertanian 2021, kesejahteraan petani Indonesia masih di bawah rata-rata, bahkan pendapatannya kurang dari US$1 per hari atau senilai Rp15.207 dan setahun di bawah US$341 dolar AS atau Rp5 juta.
Pendapatan ini, dinilai tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani. Oleh karenanya, masyarakat Indonesia disebut harus membayar harga beras yang tinggi.