Jakarta, mataberita.net — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim Program Kartu Prakerja yang diluncurkan pemerintah sejak 2020 adalah yang pertama di dunia.
Menurutnya, belum ada negara manapun yang membuat program khusus untuk reskilling dan upskilling demi memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) nya. Tapi itu justru dilakukan pemerintah RI saat pandemi covid-19.
“Ini adalah proyek pemerintah untuk masyarakat yang pertama. Saya berani menyatakan bahwa hal ini adalah yang pertama di dunia, di mana kami bisa memberdayakan masyarakat melalui pelatihan,” tuturnya, pada Jumat (05/07/2024).
Airlangga menyebutkan sampai saat ini sudah ada lebih dari 18 juta masyarakat yang menerima pelatihan Kartu Prakerja. Ia mengklaim ini memberikan manfaat bagi mereka, terutama yang kehilangan pekerjaan saat pandemi.
BACA JUGA : HIPPINDO Kritik Aturan Terkait Barang Impor
“Jadi kami memberikan pendidikan yang dibuat khusus kepada masyarakat. Kami memberikannya tidak cuma untuk satu orang saja, tapi dalam tiga tahun, kami berhasil memberikannya untuk 18 juta orang. Mereka mengikuti pelatihan sesuai dengan keinginan mereka,” ucapnya.
Selain mengikuti pelatihan, peserta Kartu Prakerja juga diberikan insentif setelah menyelesaikan program tersebut. Tujuannya, untuk menjadi bekal mengembangkan ilmu yang diterima saat pelatihan.
“Dan bila mereka berhasil menyelesaikannya, pemerintah memberikan bantuan sosial selama masa pandemi sebesar Rp600 ribu (per bulan) selama 4 bulan. Setelah itu, tentu mereka bisa menjadi wirausahawan atau mereka bisa mendapatkan pekerjaan baru,” terangnya.
Berdasarkan data Kemenko Perekonomian, pada tahap awal, setiap peserta Prakerja memang mendapatkan paket manfaat senilai Rp3,55 juta per orang. Paket itu untuk bantuan biaya pelatihan Rp1 juta yang bisa digunakan untuk membeli aneka pelatihan di platform yang bekerja sama.
Lalu ada insentif setelah pelatihan selesai Rp2,4 juta untuk empat bulan (Rp600 ribu per bulan), dan insentif setelah pengisian survei evaluasi Rp150 ribu untuk tiga kali survei (Rp50 ribu per survei) yang ditransfer ke rekening bank atau e-wallet LinkAja, Ovo atau GoPay milik peserta.
Keberhasilan program yang berjalan sampai saat ini pun diklaim membuat Jepang ingin belajar dari Indonesia. Sebab, Negara Sakura itu juga ingin meningkatkan kemampuan masyarakatnya terutama dari segi bahasa.
“Saya bertemu dengan menteri mereka, Taro Kono, dan dia mengatakan bahwa dia ingin belajar dari Indonesia,” imbuhnya.