Jakarta, mataberita.net — Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) memperkirakan Indonesia akan mengimpor 6 juta ton beras pada tahun ini. Angka ini meningkat dari impor beras tahun lalu, 3 juta ton.
Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Ismariny mengatakan impor beras menjadi ironi bagi Indonesia yang merupakan negara agraris dan hampir sepertiga populasinya bekerja di sektor pertanian.
“Krisis pangan merupakan tantangan yang dihadapi Indonesia,” ucapnya dalam Sarasehan Pertanian Berkelanjutan dan Adopsi Teknologi Modern yang diselenggarakan Pusat Perlindungan Varietas dan Perizinan Pertanian (PPV TPP) Kementerian Pertanian dengan CropLife di Jakarta, pada Rabu (31/07/2024).
Ismariny mengatakan ketahanan pangan Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 113 negara pada 2022. Ketahanan pangan RI katanya berada di bawah rata-rata global dan Asia Pasifik.
BACA JUGA : DJP Kemenkeu Berencana Masukan Wajib Pajak Grup Dalam Satu Kantor Pelayanan Pajak
Pangan Indonesia, katanya, mengalami sejumlah tantangan di antaranya ketersediaan lahan dan air yang terus berkurang, perubahan iklim, gangguan tanaman yang sulit diprediksi, sarana produksi yang belum terpenuhi, dan kesulitan petani mengakses permodalan.
Mengatasi masalah pangan, ia mengatakan bioteknologi menjadi solusi yang tepat. Bioteknologi modern katanya menawarkan solusi yang efektif bagi ketahanan pangan di tengah berbagai tantangan.
“Bioteknologi menjadi salah satu tool selain untuk meningkatkan produksi tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani ke depannya,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif CropLife Indonesia Agung Kurniawan mengatakan meski kebutuhan akan bioteknologi cukup besar, pengembangan benih unggul di Indonesia bisa dibilang terlambat dibandingkan negara lain.
Menurutnya, sampai dengan tahun ini, baru ada 10 varietas benih teknologi yang penggunaannya mendapat persetujuan. Itu pun masih dalam skala terbatas.
“Regulasi yang ketat masih jadi kendala utama peneliti di lapangan. Ditambah ada kemungkinan ketika benih berhasil dikomersialisasi, tantangan yang dihadapi petani sudah berubah,” pungkasnya.