Jakarta, mataberita.net — Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kembali menyebut operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kampungan. Hal itu ia sampaikan di hadapan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Luhut awalnya menceritakan bahwa implementasi Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara antara Kementerian dan Lembaga (SIMBARA) untuk komoditas nikel dan timah dapat mencegah korupsi. Dengan begitu katanya tugas KPK bisa berkurang.
Menurut dia, Dengan sistem tersebut OTT bisa tidak terjadi lagi.
“Jadi ada KPK marah saya bilang OTT kampungan, memang kampungan, karena kita sendiri yang buat kampungan,” tuturnya dalam peluncuran SIMBARA untuk nikel dan timah di Kementerian Keuangan, pada Senin (22/07/2024).
Luhut mengatakan dengan SIMBARA, maka pertambangan akan semakin tertib. Karena urusan pertambangan akan dilakukan dalam satu sistem yang bisa dipantau.
“Saya percaya dengan ini dilakukan efesiensi akan semakin tinggi, korupsi juga akan dibuat tak bisa.Karena apa? Anda deal dengan mesin. Kalau kita hanya tanda tangan pakta integritas segala macam, berdoa panjang panjang sampai kapan-kapan, korupsi jalan aja. Karena apa? Dia bisa bertemu dia bisa negosiasi,” ujarnya
Luhut mengatakan sebenarnya implementasi SIMBARA untuk komoditas timah dan nikel ini terbilang terlambat. Tetapi, kasus korupsi timah yang beberapa waktu lalu membuat pemerintah kemudian mempercepat peluncuran SIMBARA untuk nikel dan timah.
“Kalau kita bangun sistem yang bagus dan semua digital akan membuat Indonesia semakin baik ke depan,” ucapnya.
BACA JUGA : BRI Perkuat Sistem Internal Untuk Aktif Perangi Judi Online di Indonesia
SIMBARA merupakan aplikasi pengawasan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan tata niaga mineral batu bara (minerba). Aplikasi tersebut akan merangkai seluruh proses pengelolaan minerba mulai dari proses perencanaan, penambangan, pengolahan, dan pemurnian.
Selain itu, sistem juga akan merekam penjualan komoditas minerba serta pemenuhan kewajiban pembayaran penerimaan negara dan clearance dari pelabuhan serta mengintegrasikan devisa hasil ekspor dengan sistem monitoring devisa hasil ekspor (SIMODIS) milik Bank Indonesia (BI).
Luhut pernah menyebut ketidaksetujuannya terhadap OTT yang dilakukan KPK dalam mengungkap kasus korupsi. Menurutnya, KPK tak perlu melakukan OTT jika bisa menggunakan cara lain untuk menekan praktik korupsi.
Pernyataan itu disampaikan Luhut di acara Pencanangan Hari Kewirausahaan Nasional dan Ulang Tahun HIPMI ke-52 di Jakarta, Senin (10/6).
Dia menilai digitalisasi bisa jadi kunci pencegahan korupsi. Digitalisasi salah satunya bisa dilakukan melalui.
“Dulu saya dibully, dibilang kenapa Pak Luhut enggak setuju OTT? Ya enggak setujulah. Kalau bisa tanpa OTT, kenapa bisa OTT? Kan kampungan itu, nyadap-nyadap telepon, tahu-tahu nyadap dia lagi bicara sama istrinya, ‘Wah enak tadi malam Mam’, katanya. Kan repot,” pungkas Luhut.