Jakarta, mataberita.net — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membeberkan cara China mengakali aturan impor Indonesia selama ini.
Pejabat Fungsional Pembina Industri di Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam Kemenperin Ashady Hanafie menyebut aturan yang diakali terkait impor keramik. Padahal, pemerintah sudah mengenakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) alias safeguard.
“Awalnya kan kita mengenakan safeguard (BMTP) itu ke China, pada tahap awal diberlakukan turun impornya. Setelah beberapa saat, kembali naik lagi,” ucap Ashady dalam Diskusi Publik INDEF di Jakarta Selatan, pada Selasa (16/07/2024).
“Ternyata memang di-divert (dialihkan), jadi pengiriman barang itu tidak melalui China, tapi melalui India dan Vietnam. Makanya pada akhirnya kami meminta safeguard itu diberlakukan juga kepada India dan Vietnam,” tuturnya.
BACA JUGA : Airlangga Hartarto Ungkap Soal Pemerintah Bakal Luncurkan BBM Jenis Baru Pada 17 Agustus 2024
Kemenperin khawatir pengenaan bea tambahan lainnya, yakni Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk keramik bakal bernasib sama. Oleh karena itu, Ashady berharap tarif BMAD bisa dikenakan setinggi-tingginya dari kisaran 100 persen-199 persen.
Pasalnya, tarif BMTP pada tahun pertama hanya 23 persen. Lalu, terus turun di setiap tahunnya hingga ke level 13 persen.
“Kemungkinan kalau BMAD ini diberlakukan, akan seperti itu juga polanya. Karena memang biasalah pengusaha pasti cari cara supaya dia bisa tetap mengirim ke sini (Indonesia),” ujarnya.
Ashady mengatakan Indonesia tidak bisa menyetop impor, termasuk dalam industri keramik. Tetapi, ada upaya yang harus dilakukan untuk membatasi masuknya barang-barang dari luar negeri.
Ia mengatakan Kemenperin juga tengah mempersiapkan aturan pengetatan impor keramik tersebut.
“Salah satu pengaturan yang kita lakukan adalah memberlakukan adanya perwakilan resmi di Indonesia untuk mengimpor dan hanya boleh satu. Berlokasi di satu tempat yang sama dengan kantor perwakilan resmi, harus punya gudang,” jelas Ashady.
“Jadi, kalau dulu mungkin bisa mengirim dari China ke Medan, Surabaya, sekarang tidak bisa, harus satu di mana dia mau taruh. Misal, di Medan ya sudah. Kalau dia mau jual ke Jawa, ya kirim lewat darat. Karena memang biaya angkut luar ke kita jauh lebih murah, dibanding kita di dalam negeri ujung ke ujung,” pungkasnya.