Jakarta, mataberita.net — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP menilai wacana revisi UU KPK patut dipertimbangkan. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menyoroti praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang belakangan semakin merajalela.
Dia ingin Indonesia seperti Singapura yang bisa maju dengan SDM unggul dan supremasi hukum yang kuat.
“Maka sebagai sebuah ide dan gagasan itu sangat membumi dan juga sangat visioner,” kata Hasto di Sekolah Partai usai memperingati Bulan Bung Karno, pada Kamis (06/06/2024).
Dia menyebut keinginan PDIP untuk memperkuat supremasi hukum sebetulnya telah dilakukan saat mengusulkan nama Mahfud MD pada Pilpres lalu. Menurutnya, keputusan Megawati mendorong Mahfud bukan terkait dengan uang.
PDIP, kata Hasto, meyakini Mahfud sebagai sosok yang memiliki konsep pemberantasan KKN. Dia mencontohkan kasus korupsi timah di Kejagung yang angkanya mencapai Rp300 triliun dan karenanya KPK harus diperkuat.
“Nah, dan di situlah infrastruktur yang dibangun adalah penguatan KPK,” ungkap Hasto
BACA JUGA : Dhony Rahajoe Terus Terang soal Alasan Mundur Jadi Wakil Kepala OIKN
Dia mengatakan bahwa pendirian KPK oleh Ketua Umumnya, Megawati Soekarnoputri saat menjadi presiden ingin agar KPK menjadi lembaga permanen, bukan komisi. Menurut dia, karena alasan itu pula PDIP kemudian mengusung Mahfud.
“Sehingga tidak lagi sifatnya komisi yang semi permanen jadi komisi, tapi sifatnya justru kelembagaan yang permanen, itu gagasan dari Ibu Mega sebagai satu kesatuan konsepsi dengan mengajukan Prof Mahfud,” pungkasnya.
Sayangnya, lanjut Hasto, gagasan Mahfud untuk memperkuat dan mereformasi sistem hukum kalah dengan kekuatan bansos selama pilpres. Kekuatan bansos menurut dia telah diakui lewat dissenting opinion dalam putusan MK terkait sengketa pilpres.
“Ini diakui loh oleh disentting opinion. Dikalahkan dengan abuse of power dari Presiden,” tegas Hasto.
Wacana revisi UU KPK sebelumnya disampaikan Ketua Komisi III DPR RI sekaligus politikus PDIP Bambang Pacul Wuryanto dalam rapat dengar pendapat dengan Dewan Pengawas (Dewas) KPK di kompleks parlemen, pada Rabu (05/06/2024).
Pacul mengatakan pihaknya terbuka untuk menata ulang UU KPK karena menuai banyak perdebatan selama ini di publik. Di sisi lain, UU KPK kata dia juga telah berusia lama sejak direvisi terakhir pada 2019.
“Kita bisa lakukan revisi karena ini sudah 2019 juga, UU-nya lah, udah lima tahun lah. Bisa kita tata ulang karena banyak yang komplain juga. Itu kira-kira,” ujar Pacul.