MATABERITA, Jakarta- Jawa Timur tempati peringkat teratas kasus kekerasan dalam sektor pendidikan. Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji.
“Kami jumlahkan yang paling tinggi di Jawa Timur ada 81 kasus,” ungkap Ubaid, pada Jumat (27/12).
Tingginya kasus kekerasan, kata Ubaid dibarengi dengan banyaknya jumlah sekolah di Jawa Timur dibandingkan provinsi lain.
Data yang dihimpun tidak dibarengi analisis faktor penyebab maraknya kasus kekerasan. “Kami hanya menampung, ternyata banyak pengaduan,” ucap Ubaid.
Selain Jawa Timur, wilayah rawan kekerasan di lingkungan pendidikan juga tersebar di empat provinsi lain yakni Jawa Barat dengan 56 kasus, Jawa Tengah sebanyak 45 kasus, Banten dengan 32 kasus, dan Jakarta sejumlah 30 kasus.
“Banyak kasus kekerasan di Jawa,” imbuh Ubaid.
Baca Juga :
Disiplin F. Manao : Natal Tak Sekadar Ibadah, Serba Baru dan Pesta Perayaan tapi Pengorbanan
Tren kasus kekerasan di sektor pendidikan terus mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu satu tahun, laporan kekerasan meningkat sebanyak 100 persen. Pada 2023, terdapat sebanyak 285 kasus kekerasan sedangkan pada 2024 jumlahnya mencapai 573 kasus. “Kalau kita lihat trennya ini belum pernah mengalami penurunan,” kata Ubaid.
Ubaid menyebut, bahwa tingginya laporan kekerasan di kalangan pelajar disebabkan longgarnya pengawasan oleh tenaga pendidik. Menurut Ubaid, membludaknya jumlah siswa dibandingkan pengajar menjadi celah timbulnya kekeraasan.
“Terlalu banyak siswa, pengawasannya itu yang tidak dipikirkan,” ucap Ubaid.
Ubaid meminta tenaga pendidik dapat memperkuat pengawasan dan edukasi soal kekerasan di sekolah sehingga dapat menekan munculnya korban.
Setiap instrumen sebut Ubaid, lembaga pendidikan termasuk kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua harus dilibatkan untuk memerangi tingginya kasus kekerasan di sekolah. “Apapun yang terjadi di sekolah itu tanggung jawab bersama,” pungkasnya.