Jakarta, mataberita.net — Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengklaim program cetak sawah baru tidak serta-merta membuka lahan hutan.
Menurut dia, cetak sawah juga menyasar lahan ‘mati’ dekat irigasi, seperti rawa.
“Saya minta digarisbawahi yang namanya cetak sawah itu tak melulu kita datang, satu juta hektare isinya hutan, terus dibabat semua,” tutur Sudaryono di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, pada Rabu (25/09/2024).
Ia lantas mencontohkan program cetak sawah di Kalimantan Tengah dilakukan di lahan dekat irigasi. Lahan tersebut merupakan lahan ‘mati’ yang sulit ditanami karena mengandung pirit.
Pirit merupakan mineral tanah FeS2 yang sering ditemukan di lahan rawa. Pirit yang berada dibalik lapisan gambut atau tanah mineral yang tergenang air aman bagi tanaman.
Tetapi, bila pirit tersingkap lalu bersentuhan dengan udara akan menjadi sangat berbahaya karena teroksidasi. Proses itu menimbulkan kemasaman tanah yang hebat.
Kementan mengklaim berhasil mengatasi hal tersebut. Dengan begitu, cetak sawah bisa dieksekusi.
“Kita olah sawahnya. Kemudian yang mengelola masyarakat pemilik lahan itu. Jadi bukan kami datang, lihat hutan belantra, kami tebang. Gak begitu,” terang Sudaryono.
BACA JUGA : Menkeu Sri Mulyani Sebut Terlalu Banyak Regulasi Yang Ada di Indonesia
Dalam kesempatan terpisah, Sudaryono mengungkapkan alasan pemerintah melakukan mencetak sawah baru. Menurut dia, cetak sawah harus dilakukan demi memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Ia menyebut cetak sawah merupakan solusi nyata dalam menjaga ketahanan pangan nasional di tengah meningkatnya jumlah penduduk.
“Tanpa cetak sawah kita mau makan apa? Coba anda bayangkan penduduk kita tambah besar, yang makan tambah banyak, sementara sawah kita tambah sedikit,” ucapnya.
Ia pun mengakui bahwa intensifikasi lahan sudah dilakukan. Namun, ekstensifikasi yaitu cetak sawah juga perlu digarap.
Selain cetak sawah, pemerintah juga tengah melakukan program optimalisasi lahan rawa sebagai upaya meningkatkan produksi.
Hingga September 2024, realisasi pada program tersebut telah mencapai 95 persen dari target penggarapan 40 ribu hektare lahan yang berlokasi di Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
Sudaryono menyampaikan mekanisme optimalisasi lahan rawa telah menggunakan mekanisasi pertanian seperti drone, traktor, combine harvester, dan penggunaan benih unggul hingga pendampingan pemerintah secara intens.
“Kalau ini berhasil kita sudah hitung Indonesia bisa surplus beras secara besar. Karena itu, cetak sawah harus kita lakukan karena suka tidak suka kita itu kehilangan sawah setiap tahun,” imbuh Sudaryono.