Jakarta, mataberita.net — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Indonesia membutuhkan investasi sebesar US$14,2 miliar atau Rp219,4 triliun (kurs 15.454 per dolar AS) untuk bisa mencapai peningkatan kapasitas bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 8,2 Giga Watt (GW) pada 2025.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan dengan investasi US$14 miliar, bauran EBT yang saat ini baru 13,93 persen bisa meningkat menjadi 20 persen.
“Untuk mencapai bauran yang sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) masih perlu di mana investasi yang diperlukan adalah US$14 miliar, mungkin sekitar Rp200 triliun,” tuturnya dalam media briefing, pada Senin (09/09/2024).
“Kalau kita punya investasi US$14 miliar, dalam satu tahun depan bauran EBT bisa menyentuh 20 persen,” imbuhnya.
BACA JUGA : Erick Thohir Pastikan Tidak Ada PHK Terhadap Karyawan Angkasa Pura Usai Merger Jadi Angkasa Pura Indonesia
Eniya mengatakan jika ada investasi sebesar US$14 miliar maka target bauran EBT sebesar 2023 yang awalnya dicanangkan tercapai pada 2025 bisa tercapai. Namun, dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), target bauran EBT 23 persen ditargetkan baru tercapai pada 2029.
“(Target) 23 persen ini masih menjadi question kapan tercapainya, walaupun di KEN 23 persen itu di 2029, karena di 2030 direncanakan tercapai 25 persen. Jadi kuncinya cuma di investasi,” ujarnya.
Eniya sebelumnya mengakui pengembangan EBT di Indonesia masih jauh dari target. Ia yang baru dilantik pada Februari lalu itu mengatakan pandemi banyak menghambat rencana strategis pengembangan listrik dari EBT.
“Saya sangat aware ada anggapan ini impossible. Saya juga sadar bahwa waktu (untuk mengejar target) tinggal 1,5 tahun. Sekarang fokus kita adalah menaikkan investasi untuk proyek EBT,” beber Eniya
Saat dihajar pandemi lebih dari dua tahun, konsumsi listrik berkurang sehingga persediaan domestik berlebih. Akibatnya rencana proyek dari sektor EBT tak banyak dikembangkan PLN. Setelah pandemi lewat, Eniya optimistis proyek EBT bisa digenjot.
“Pasca Covid konsumsi listrik akan tumbuh (kembali) karena industri sedang semangat tumbuh. Sehingga 1-2 tahun ini kebutuhan Jawa-Bali juga pasti tumbuh, isu oversupply akan terkikis lah. Di wilayah Sumbar malah sudah defisit. Di Sulawesi juga naik konsumsinya karena banyak smelter untuk nikel,” imbuh profesor bidang rekayasa sel bahan bakar ramah lingkungan ini.
Pemerintah merencanakan beberapa perubahan kebijakan termasuk mencabut kewajiban pemakaian komponen dalam negeri untuk PLTS Atap untuk menggenjot investasi. PLN juga akan menaikkan penerimaan kuota PLTS Atap untuk tujuan yang sama.