Jakarta, mataberita.net — Ekonom senior INDEF Didik J Rachbini menilai kebijakan utang di masa 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dilakukan secara ugal-ugalan.
Sehingga, kata dia, hal tersebut menyebabkan ketergantungan negara pada utang dan akan terwarisi pada masa pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto kelak.
“Dengan janji politik yang banyak sekali, maka sulit bagi pemerintahan yang akan datang bisa mengurangi ketergantungan pada utang dengan mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor-sektor yang ada,” tutur Didik melalui catatannya atas Nota Keuangan RAPBN 2025, pada Sabtu (17/08/2024).
Hal tersebut, kata Didik, akan membuat laju penerbitan surat utang negara terus meningkat dan merusak iklim makro. Sebab, suku bunga akan terdorong naik secara terus menerus.
Didik mulanya menyoroti angka defisit APBN Indonesia dalam postur RAPBN 2025 yang terus berlanjut dari tahun ke tahun dan bahkan terus meningkat. Adapun defisit anggaran RAPBN 2025 yang direncanakan adalah sebesar Rp616,2 triliun.
“Seperti tahun-tahun sebelumnya, defisit ini sangat besar dan mau tidak mau harus ditambal dengan utang. Selama 10 tahun masa pemerintahan Jokowi ini kebijakan utang memang ugal-ugalan sehingga warisannya akan terbawa pada masa pemerintahan Prabowo,” tegas dia.
BACA JUGA : Otoritas Jasa Keuangan Izinkan Influencer Promosikan Kripto
Ia menjelaskan hingga pertengahan 2024 ini, telah ditawarkan setidaknya hampir Rp1.000 triliun surat berharga negara (SBN). Tetapi yang laku di pasar hanya separuhnya sekitar Rp517 triliun. Sementara sebelumya pada 2024, SBN yang ditawarkan di pasar mencapai Rp1.800 triliun, namun laku di pasar sebesar Rp807 triliun.
“Jadi, selama 10 tahun ini pemerintah Jokowi sudah mendorong ekonomi utang masuk jurang sehingga harus gali lubang tutup lubang,” ujarnya.
Didik pun menuturkan pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY mewariskan utang sekitar Rp2.608 triliun. Kemudian, 10 tahun berikutnya jumlah utang mencapai Rp8.338 triliun, naik tiga kali lipat dengan pembayaran bunga yang tinggi sebesar Rp497 triliun.
“Beban bunga utang ini jauh lebih besar dari pos anggaran kementerian, sektor maupun provinsi mana pun. Jika dibandingkan misalnya dengan APBD provinsi, pembayaran utang ini 1.600 persen lebih tinggi (dari) total APBD rakyat Jawa Barat,” imbuh dia