Jakarta, mataberita.net — Kementerian ESDM mengungkapkan sejumlah syarat kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) pindah skema investasi hulu minyak dan gas bumi (migas).
Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM Ariana Soemanto mengungkapkan pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM/2024 yang bertujuan memberikan kemudahan bagi KKKS dalam menjalankan bisnis migasnya di Indonesia.
Menurutnya, pembaruan aturan tersebut dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan kontraktor dan pemerintah.
“Inisiatif ini diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi KKKS dalam menjalankan bisnis migas di Indonesia. Bahkan, diberikan penawaran skema gross split baru yang lebih sederhana dan feasible,” tutur Ariana, pada Minggu (08/10/2024).
Inti perbaikan skema bagi hasil gross split adalah memberikan kepastian bagi hasil antara 75 persen – 95 persen bagi kontraktor, membuat wilayah kerja (WK) migas nonkonvensional (MNK) lebih menarik, menyederhanakan parameter, dan memberikan pilihan yang lebih fleksibel (agile) kepada kontraktor.
“Simplifikasi ini bukan semata-mata untuk mendorong gross split baru saja, tetapi juga pemerintah memberikan fleksibilitas bagi kontraktor untuk memilih jenis kontrak sesuai kenyamanan kontraktor. Silakan kontraktor yang mau pindah ke cost recovery dari sebelumnya gross split maupun sebaliknya,” ungkap Ariana.
Implementasi kebijakan tersebut berlaku bagi kontrak kerja sama yang ditandatangani usai Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Sementara, kontraktor migas eksisting yang kontraknya ditandatangani sebelum peraturan menteri terbit bisa beralih ke kontrak gross split baru dengan sejumlah catatan.
Pertama, kontrak skema gross split lama untuk MNK, termasuk gas metana batu bara dan shale oil/gas dapat beralih ke skema gross split baru.
“Ini seperti proyek MNK gas metana batu bara di Tanjung Enim. Itu akan segera beralih ke gross split baru agar bisa jalan karena keekonomiannya membaik,” kata Ariana.
Kedua, kontrak skema cost recovery dapat beralih ke skema gross split baru, sepanjang masih tahap eksplorasi dan belum mendapatkan persetujuan plan of development pertama (POD-I) dari pemerintah.
“Adapun untuk kontrak skema gross split lama atau eksisting yang sudah tahap produksi, tidak dapat berubah ke skema gross split baru, namun dapat berubah ke kontrak skema cost recovery,” lanjut Ariana.
Setidaknya terdapat lima kontraktor/blok yang menyatakan minat untuk menggunakan skema gross split baru, sesuai peraturan dan keputusan Menteri ESDM tersebut.
“Siapa dan blok mana saja, sebaiknya kita tunggu formilnya nanti. Tentu, senyaman kontraktornya saja untuk memilih skema kontrak mana sesuai risk profil kontraktor masing-masing. Yang penting kita perbaiki iklim investasi agar lebih menarik, untuk mendorong temuan cadangan dan produksi migas nantinya,” terang Ariana.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split ditandatangani pada 12 Agustus 2026. Beleid itu menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, yang telah beberapa kali disesuaikan.
Selain itu, pemerintah juga telah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM.M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
“Pemerintah akan selalu berusaha memenuhi masukan stakeholders dengan tetap menjaga kepentingan negara,” ujar Ariana.