Mataberita.net, Jakarta- Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset tak kunjung disahkan sampai sekarang. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pernyataan Presiden ke 7 Joko Widodo yang seolah cuci tangan terhadap Undang-Undang tersebut.
“Kami ingin tegaskan bahwa lambatnya RUU Perampasan Aset bukan hanya dikarenakan buruknya komitmen DPR RI atas UU ini, melainkan juga dari sisi pemerintah, khususnya Presiden Jokowi,” kata Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW, Tibiko Zabar Pradano.
ICW juga meluruskan narasi yang menuduh aksi menolak RUU Pilkada sebagai aksi pesanan.
Menurut Tibiko, narasi yang disebar pendengung mengerdilkan kemarahan publik dengan memberi kesan demonstrasi Kawal Putusan Mahkamah Konstitusi tidak mendukung RUU Perampasan Aset. “Padahal, mayoritas kursi di DPR adalah partai pendukung koalisi pemerintah,” ucapnya.
Sementara Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menyebut apa yang diminta Presiden Jokowi untuk RUU Perampasan Aset sekadar lips service belaka.
Menurut Zaenur, permintaan Jokowi agar DPR segera mengesahkan RUU ini seolah-olah Pemerintah sudah melakukan yang terbaik. “Namun dari sisi kewenangan sebenarnya Presiden Jokowi ini juga perlu ditanyakan komitmennya, dan seakan-akan mengatakan bahwa dia sudah berusaha dan terserah DPR,” sebutnya.
Zaenur menyebut bahwa Presiden Jokowi sebetulnya bisa melakukan konsolidasi kekuatan politik untuk meloloskan sebuah RUU. Misalnya, kata Zaenur, Jokowi bisa merevisi Undang-Undang KPK dengan sangat kilat sampai disahkan. Kasus yang sama juga terjadi pada RUU Minerba dan Omnibus Law yang disahkan sangat cepat. “Artinya Presiden dengan koalisinya yang sangat gemuk itu memiliki power politik untuk mengkonsolidasikan partai politik agar RUU bisa dibahas dan disahkan di DPR,” katanya.
Zaenur menjelaskan contoh tersebut menunjukan Jokowi tidak melakukan konsolidasi kekuatan politik untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset di DPR.
Dimana sebelumnya, Presiden Jokowi memuji langkah kilat DPR RI mengebut revisi UU Pilkada. Ia menyebut langkah cepat DPR yang merespons dinamika yang ada merupakan hal yang baik. Kepala negara mengharapkan ini bisa diterapkan untuk proses pembuatan undang-undang yang lain.
“Misalnya seperti Rancangan Undang-Undang perampasan aset yang juga sangat penting untuk pemberantasan korupsi di negara kita,” pungkas Zaenur melalui keterangan video pada Selasa, 27 Agustus 2024 lalu.