Jakarta, mataberita.net — Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut industri manufaktur Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menyebut anomali terjadi di Indonesia. Kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) terus turun, di saat status Indonesia masih belum menjadi negara maju.
“Kontribusi manufaktur terhadap PDB Indonesia terus menurun, sebelum kita mencapai status negara berpenghasilan tinggi. Kita tua sebelum kaya. Kita tidak menginginkan hal tersebut,” tuturnya dalam Annual Conference on Indonesia Economic Development (ACIED) 2024 di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, pada Selasa (30/07/2024).
Wanita yang akrab disapa Winny itu mencatat Indonesia pernah jaya dalam urusan industri manufaktur. Ia mencontohkan sumbangsih sektor ini terhadap PDB pernah menyentuh 32 persen pada 2002 lalu.
BACA JUGA : DJP Kemenkeu Berencana Masukan Wajib Pajak Grup Dalam Satu Kantor Pelayanan Pajak
Sayang, prestasi tersebut sirna. Bappenas mencatat kontribusi industri ini terus anjlok dari tahun ke tahun.
“Sejak saat itu (2002), kontribusi manufaktur terhadap PDB terus turun. Sekarang hanya ada kurang dari 20 persen sumbangsih industri manufaktur terhadap PDB,” lanjut Winny.
“Ini tidak bagus untuk perekonomian Indonesia. Karena industri manufaktur sangat penting untuk negara berkembang, seperti Indonesia,” ujarnya.
Winny menegaskan banyak manfaat andai industri manufaktur Indonesia kuat. Indonesia bisa meningkatkan produktivitas, menyediakan lapangan kerja yang berkualitas, hingga meningkatkan pendapatan warganya.
Di samping itu, Bappenas mewanti-wanti Indonesia yang berpotensi gagal menjadi negara maju. Kegagalan ini bakal terjadi jika pemerintah tak bisa memanfaatkan kesempatan emas yang dimiliki.
Ia menyebut kajian Bappenas memperkirakan Indonesia bisa keluar dari jebakan middle income trap, andai sanggup mencapai pertumbuhan ekonomi 6 persen. Pasalnya, selama ini Indonesia hanya mengantongi rata-rata pertumbuhan di level 5 persen.
“Selisihnya cuma 1 persen (dari 5 persen ke 6 persen), tapi apakah itu hal yang mudah? Ini tidak mudah, kita harus mentransformasi ekonomi, itu kuncinya. Tanpa transformasi ekonomi, Indonesia tidak akan pernah bisa tumbuh di level 6 persen,” ujar Winny.
“Ini waktu yang tepat, momentum emas untuk Indonesia mengakselerasi pertumbuhan ekonominya. Jika kita gagal memanfaatkan kesempatan emas ini, kita tidak akan pernah mencapai negara berpendapatan tinggi. Apa golden momentum itu? Bonus demografi,” pungkasnya.
Lesunya manufaktur Indonesia menjadi perhatian banyak pihak. Tak jarang, Indonesia diklaim sudah masuk ke fase deindustrialisasi.
Jika mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), PDB industri manufaktur Indonesia memang cenderung terus menurun sejak 2014. Titik terendah laju pertumbuhan terjadi pada 2020 lalu, di mana PDB manufaktur Indonesia minus 2,93 persen.