Home Daerah Nasional Internasional Ekonomi Infografis Sastra Science Olahraga Otomotif Teknologi Mataberita TV
Info Terkini : PT. Mata Digital Internasional, www.mataberita.net, independent dalam berita | PT. Mata Digital Internasional melalui website www.mataberita.net melayani Jasa Produksi dan Penayangan Film, Company Profile, Dokumenter, Talkshow, Monolog dan TVC | Selain itu juga melayani Management Artis, Penyanyi, Chef, Aktor, Aktris, Band dan lainnya | Kami juga melayani Konsultasi Hukum, Manajemen, Broadcasting dan lainnya | Ditambah pula melayani Pelatihan Berbagai Bahasa diantaranya Inggris, Indonesia, Jerman, Korea, Jepang, Mandarin, Arab dan sebagainya | Tak ketinggalan pun melayani Pelatihan atau Diklat Jurnalistik, Bahasa, Broadcasting, Public Speaking, Design, Desain Grafis, Editing, IT, Hukum dan sebagainya | Nah... Kami juga menjual berbagai produk makanan dan minuman seperti Pempek Palembang, Kue Semprong, Thai Tea, Green Tea, Espresso, Cappucino, Americano dan masih banyak lagi | Yang suka berbusana Batik khas Pekalongan juga bisa memesan ke Kami yaaa... | Alami kendala Kompor Gasnya juga bisa dilayani oleh Kami | So kunjungi terus website kami di www.mataberita.net | Upz sampai lupa deh, hubungi Kami bisa ke (021) 89229850 atau bisa datang ke Jl. Kav. H. Umar II no 319, Teluk Pucung, Bekasi Utara, Kota Bekasi yaaa...| Kami juga melayani by seluler WhatsApp dengan menugaskan PIC Ayu Yulia Yang di 08567971900 | Percayakan Kami sebagai Mitra, Partner dan Relasi Anda...

Yukz Tanya : Pers dan Demokrasi, Kesatuan Tak Bisa Dipisahkan untuk Bijak

Foto : Ilustrasi

Indonesia, mataberita.net — Selama ini tak sedikit warga negara Indonesia memahami kemerdekaan yang mana dimaksudkan dalam Pembukaan UUD (Undang – Undang Dasar) 1945 yang hanya dimaknai sebagai kemerdekaan kolektif bangsa. Padahal, tidak akan ada kemerdekaan kolektif tanpa ada kemerdekaan dan kebebasan individu. Termasuk di dalamnya kebebasan menyampaikan pendapat melalui Pers. Yang notabene keduanya merupakan sebuah kesatuan yang tak bisa dipisahkan untuk menciptakan atau melahirkan suatu demokrasi yang bijak.

Pada masa Orde Lama, perkembangan Pers di Indonesia dibagi ke dalam tiga masa, yaitu masa Revolusi Fisik, Demokrasi Liberal, dan Demokrasi Terpimpin. Revolusi Fisik berlangsung sejak tahun 1945 hingga 1949. Pada era ini, Pers dibagi ke dalam dua golongan, yaitu pers yang diterbitkan tentara Sekutu dan Belanda atau Pers NICA dan pers yang diterbitkan rakyat Indonesia, Pers Republik. Selanjutnya lahirlah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada (09/02/1946) dan didirikannya Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) pada (08/06/1946).

Tanggal lahir PWI pada 9 Februari kemudian ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional. Demokrasi liberal berlangsung sejak tahun 1950 hingga 1959. Sesuai dengan sistem pemerintahannya, maka sistem Pers nasional juga menganut sistem liberal yang berfokus pada kebebasan. Kebebasan ini dapat terlihat dari perubahan fungsi Pers di Indonesia. Yang mana Pers digunakan sebagai alat komunikasi partai politik. Pemberitaan Pers pada masa ini lebih berpihak pada kepentingan partai politik. Akibatnya, Pers cenderung menjadi partisan dan menjadi alat perjuangan politik.

Demokrasi Terpimpin, pada masa ini, Presiden Soekarno mulai bertindak lebih otoriter, termasuk pada Pers. Kebebasan Pers perlahan – lahan juga mulai tergerus pada era ini. Bahkan dijelaskan. Masa ini merupakan masa terburuk bagi kebebasan Pers di era Orde Lama. Sebab, Pers diatur secara ketat dan harus berfungsi sebagai alat revolusi Pemerintah. Selain itu, Pers juga digunakan untuk mendukung keberadaan Pemerintah bersama kebijakan – kebijakannya. Pengekangan terhadap Pers pada masa ini terus berlangsung hingga pemerintahan Orde Lama beralih ke Orde Baru.

Selanjutnya, pada masa Orde Baru, kebebasan pers di Indonesia sudah diakui oleh Pemerintah. Bahkan telah ada pernyataan. Kemerdekaan dan kebebasan menyampaikan pendapat sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UUD 1945. Ya tapi sepertinya itu sekadar masih sebatas janji. Karena bergantung pada Undang – Undang yang dibuat oleh Penguasa pada era tersebut yang pula dinamakan era sebelum Reformasi. Belum lagi, kehidupan pers nyaris penuh represi.

Pembredelan menjadi sarana yang ampuh untuk membungkam hak konstitusional warga negara oleh Penguasa dalam mencari, memperoleh, dan menyampaikan informasi. Pers menjadi tidak independen karena posisinya berada dan tunduk dibawah Pemerintah. Namun, tidak selamanya akan berjaya masa seperti ini. Titik balik pun dialami oleh insan Pers ketika memasuki era Reformasi. Era Reformasi merupakan simbol kekuatan rakyat yang menghendaki esensi demokrasi mewujud di negara ini.

Esensi dari demokrasi adalah agar negara dapat menjamin hak-hak fundamental warga negaranya. Yang mana tentunya dalam sistem selain demokrasi, cenderung dikesampingkan. Pada era reformasi, pasca dilakukan perubahan terhadap UUD 1945, pengakuan akan kebebasan berpendapat baru secara eksplisit dijamin dalam konstitusi. Itu menjadi parameter bagi insan Pers untuk berkibar. Sebab memang Pers dapat berfungsi sebagai pilar keempat demokrasi. Yang mana telah dijamin kemerdekaannya dan diakui keberadaannya oleh UUD 1945.

Hal demikian seperti tiga pilar demokrasi lainnya, yakni kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kemerdekaan pers merupakan komitmen pertama yang ada di dalam UUD 1945, bahkan menjadi kalimat pertama dalam Pembukaan. Jadi keliru bila ada yang menganggap pers tidak ada di dalam UUD 1945. Selain itu, salah satu roh dari demokrasi adalah kebebasan berekspresi. Itu dekat dengan kebebasan pers.

BACA JUGA : Yukz Tanya : Pernikahan Beda Agama Dianggap Tradisi Biasa, Boleh Kan?

Namun kini sudah tidak bisa lagi memaknai kemerdekaan secara kolektivis integralistik seperti pemaknaan terhadap UUD 1945 sebelum perubahan. Karena UUD 1945 setelah perubahan telah memberikan jaminan atas Hak Asasi Manusia setiap individu warga negara. Pers memiliki peran yang begitu vital, tidak hanya sekadar menyampaikan informasi. Bagi negara penganut sistem demokrasi seperti Indonesia, pers berperan sebagai alat kontrol bagi Pemerintah.

Alat kontrol bagi Pemerintah maksudnya adalah Pers memiliki hak untuk mengkritik berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kritik tersebut tertuang dalam bentuk pemberitaan atau informasi yang dikeluarkan oleh Pers. Selain itu, Pers juga berperan sebagai penyalur aspirasi rakyat. Pers melalui media massa berperan sebagai sarana komunikasi dari masyarakat ke Pemerintah. Sehingga masyarakat dapat menyampaikan aspirasi, kritik, pendapat, usul, dan saran dengan perantaraan Pers.

Begitu pentingnya peran pers dalam negara demokrasi, Pers bahkan dinobatkan sebagai pilar keempat demokrasi atau dikenal dengan fourth estate. Ya diketahui didalam buku Teori Komunikasi Massa (2011) karya Denis McQuail, dijelaskan. Istilah pilar keempat demokrasi pertama kali dicetuskan oleh Edmund Burke dari Inggris pada akhir abad ke-18. Istilah tersebut merujuk pada kekuasaan politik yang dimiliki Pers setara dengan ketiga pilar lainnya dalam kehidupan di Inggris : Tuhan, Gereja dan Majelis Rendah.

Apabila dikaitkan dengan sistem demokrasi sekarang, maka kekuatan Pers dianggap setara dengan pilar demokrasi lainnya yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kekuatan Pers tersebut merujuk pada kekuatan untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan menyalurkan aspirasi rakyat. Secara garis besar, peran Pers bagi negara demokrasi adalah menjamin proses akuntabilitas publik dapat berjalan dengan lancar. Pers pada posisi tertentu dapat bertindak sebagai lembaga formal yang mengawasi kinerja pemerintah.

Brian McNair dalam bukunya yang berjudul Pengantar Komunikasi Politik (2018) menjelaskan. Fungsi Pers yang ideal dalam negara demokrasi, yaitu monitoring, mendidik, memberikan platform terhadap diskursus politik publik dan Pengawas pemerintahan. Monitoring dimaksudkan Pers harus memberikan informasi kepada masyarakat tentang masalah-masalah publik, seperti kebijakan pejabat, masalah pembangunan, program dan kebijakan Pemerintah, dan sebagainya. Dengan demikian, masyarakat bisa mengetahui bagaimana kinerja Pemerintah.

Mendidik dimaksudkan Pers harus menyampaikan informasi yang berperan positif dalam mengembangkan khazanah ilmu dan pengetahuan. Artinya, informasi yang diberikan Pers harus memberikan dampak positif, baik pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik khalayak. Memberikan platform terhadap diskursus politik publik dan Pengawas Pemerintahan dimaksudkan Pers harus memfasilitasi sarana debat publik dan opini publik. Termasuk didalamnya memberikan tempat kepada berbagai pendapat yang saling berlawanan, tanpa mengurangi nilai – nilai demokrasi.

Pengawas pemerintahan dimaksudkan Pers harus mengawasi dan mengontrol kekuasaan atau kinerja eksekutif, legislatif, dan yudikatif agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Namun, perlu dipahami juga, Pers juga memiliki fungsi lainnya. Ya tentu bukan hanya sebagai watchdog yang berperan mengawasi, mengevaluasi dan mengingatkan kinerja, mengawasi dan memberi kritikan terhadap siapapun yang memimpin lembaga legislatif, eksekutif dan lembaga-lembaga yang terkait penegakan hukum.

Tetapi Pers juga perlu mengangkat atau merespons isu yang berkembang di dalam masyarakat baik terkait ekonomi, politik, hukum, pendidikan, kebudayaan dan sebagainya. Pers menyikapinya dituntut harus mengedepankan independen. Meski selalu dituntut independen, Pers sebenarnya wajar memiliki orientasi tertentu atau keberpihakan selama orientasi atau keberpihakan tersebut masih dalam koridor kepentingan publik. Artinya untuk kepentingan masyarakat, kinerja-kinerja Pers masih mengawal kepentingan publik.

Hal itu bisa dilakukan media entah dalam rangka mengkritisi atau bahkan memberikan masukan pada lingkar kekuasaan eksekutif, legislatif maupun lembaga – lembaga penegak hukum. Mungkin bisa juga dengan mengingatkan masyarakat terkait beberapa hal yang krusial yang menjadi agenda publik. Yang mana masyarakat tidak menyadari secara penuh. Keberpihakan itu harus malah, tetapi yang perlu dijaga adalah profesionalitas dalam bekerja. Perkembangan Pers ini tak terlepas dari masa sulit yang dilalui insan Pers terutama ketika masa berjayanya Kerajaan dan Kolonial zaman dahulu.

Awal perkembangan Pers di Indonesia dimulai pada masa kolonial, yakni sejak abad ke-17, ketika masih dijajah Belanda. Lalu, pada pertengahan abad ke-18, beredar surat kabar di Indonesia yang berbahasa Belanda dan utamanya digunakan untuk kepentingan perdagangan dan penyebaran agama. Adapun beberapa surat kabar yang beredar pada masa itu adalah Batavia Nouvelles (1744-1746), Bataviasche Courant (1817), dan Bataviasche Advertentieblad (1827).

Lebih lanjut, pada abad ke-19, sudah ada surat kabar Indonesia yang berbahasa Melayu, yang umumnya diterbitkan oleh kaum Tionghoa. Bahkan muncul pula surat kabar yang menggunakan bahasa daerah setempat. Salah satunya Bromartani, surat kabar berbahasa Jawa pertama yang diterbitkan di Surakarta pada 29 Maret 1855. Pada masa penjajahan Belanda, pers diatur dalam UU tahun 1856, yaitu Drukpersreglement.

Tidak hanya Bromartani, ada beberapa surat kabar lain yang terbit pada zaman penjajahan Belanda, yaitu di Jawa (Pewarta Surabaya, Kabar Perniagaan, Pemberitaan Betawi, Pewarta Hindia, Bintang Pagi, Sinar Jawa, Slompret Melayu, dan Putra Hindia), Sumatera (Sinar Sumatera, Cahaya Sumatera, Pemberita Aceh, dan Perca Barat), Kalimantan (Pewarta Borneo) dan Sulawesi (Pewara Manado). Tidak hanya itu, ada juga surat kabar yang diterbitkan dari pemerintahan, seperti Pancaran Warta dan Bendera Hindia.

Pada abad ke-20, tepatnya masa kebangkitan nasional, Pers di Indonesia mulai berkembang dengan didorong oleh semangat kebangsaan. Hal ini kemudian membuat pihak Belanda memperbaiki Undang – Undang Pers pada tahun 1856. UU baru yang dikeluarkan tahun 1906 pada intinya dijadikan alat pengawasan pemerintah secara represif. Bahkan, setiap surat kabar yang akan dicetak harus lebih dulu diserahkan kepada Pemerintah untuk mendapat persetujuan. Ini merupakan suatu bentuk pengekangan akan kebebasan.

Belum lagi pula banyak surat kabar beserta para pemimpinnya ditangkap oleh Pemerintah kolonial karena dianggap menghasut, merusak ketentraman, dan ketertiban umum. Pemerintah kolonial yang terus merasa khawatir terhadap peranan Pers nasional memutuskan untuk melakukan tindakan keras. Pada (07/09/1931), Pemerintah kolonial mengeluarkan Undang – Undang Pers baru yang disebut Persbreidel Ordonantie. Undang – Undang baru ini banyak memuat tentang pasal-pasal karet yang dapat digunakan sesuai kemauan pemerintah Belanda.

Peraturan ini pun terus ditetapkan oleh Belanda hingga mereka menyerah kepada Jepang pada 1942. Perjalanan panjang yang bisa dibilang peradaban Pers ini menjadikan insan Pers untuk terus belajar akan Pers yang berpengaruh terhadap demokrasi. Sebab Pers memiliki peran strategis dalam memastikan pelaksanaan demokrasi agar berlangsung kondusif, aman, dan lancar. Insan Pers pun diharapkan dapat terus menjadi penopang demokrasi yang sehat, kuat, dan berkualitas.

Pers dituntut untuk tetap menjalankan perannya sebagai lembaga penyedia informasi yang kredibel dan bertanggung jawab. Kredibel Pers berarti menghindari pernyataan yang berlebihan hanya untuk menjual lebih banyak berita. Bertanggung jawab artinya mengatakan kebenaran, juga mematuhi hukum dan jujur dalam mengumpulkan informasi. Tanpa kredibilitas dan tanggung jawab. Peran tersebut telah mampu menjembatani suara antara masyarakat dan Pemerintah.

Konten – konten pemberitaan, baik yang bersifat informatif, saran masukan dan kritik merupakan salah satu sumber pengambilan keputusan oleh Pemerintah. Keputusan yang diambil itu harus berpihak pada kepentingan publik alias rakyat. Sebab memang Indonesia dikenal sebagai negara demokrasi yang notabene segala keputusan tentu dari, oleh dan untuk rakyat. Sehingga pada akhirnya demokrasi yang tercipta atau terlahir akan bijak. Bijak berarti memiliki akal budi, arif dan atau tajam pikiran. Demokrasi yang bijak adalah demokrasi yang pandai dan cermat dalam menghadapi kesulitan, dan mampu mengambil keputusan yang baik serta memiliki akal budi, arif dan atau tajam pikiran. Setuju?

Lantas Yukz Tanya?

Foto : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Marsekal TNI (Purn) Dr. (H.C.) Hadi Tjahjanto, S.I.P.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Marsekal TNI (Purn) Dr. (H.C.) Hadi Tjahjanto, S.I.P.  (04 September 2024)

“Pilkada merupakan salah satu contoh proses demokrasi. Media harus berani mengungkapkan jika terjadi penyimpangan atau kecurangan dalam proses Pilkada, baik itu yang dilakukan oleh calon, tim kampanye, maupun penyelenggara pemilu, dan tentunya aparatur Pemerintah. Dalam menjalankan fungsi tersebut, media harus tetap menjunjung tinggi prinsip independensi dan netralitas guna menghindari dampak negatif pada proses Pilkada.

Sebab netralitas dan independensi media massa selalu menjadi bahan perdebatan tiap kali berlangsung kontestasi politik, tidak terkecuali dalam Pemilu. Media sebagai penghubung antara pemimpin dan rakyat. Media juga berperan sebagai jembatan komunikasi antara calon kepala daerah dan masyarakat.”

Foto : Ketua Dewan Pers Dr. Ninik Rahayu, S.H., M.S.

Ketua Dewan Pers Dr. Ninik Rahayu, S.H., M.S. (10 Februari 2024)

“Sebagaimana diketahui, salah satu buah reformasi adalah jaminan kemerdekaan pers melalui pembentukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-Undang ini merupakan simbol era reformasi bagi bangsa Indonesia temasuk bagi kehidupan pers, yang semula ada dalam cengkeraman penguasa, lalu disambut dengan gegap gempita sebagai era kemerdekaan pers. Kemerdekaan pers sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia merupakan salah satu ciri yang menandai tegaknya demokrasi. Kemerdekaan pers merupakan wujud tegaknya demokrasi.

Demokrasi akan tegak apabila pers dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan bebas serta terhindar dari campur tangan pihak manapun. Sebaliknya, apabila pers menjadi terbelenggu, terepresi, dan kehilangan independensi, maka itu merupakan penanda goyahnya demokrasi. Oleh karena itu, komitmen negara untuk menegakkan demokrasi tidak terlepas dari komitmen untuk merawat kemerdekaan pers.”

Foto : Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes.

Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes. (22 Desember 2024)

“Hubungan antara pers dan demokrasi adalah topik yang sangat penting dalam kajian ilmu politik, komunikasi, dan sosiologi. Pers memainkan peran kunci dalam mendukung dan memelihara demokrasi. Berikut adalah deskripsi ilmiah lengkap tentang hubungan ini berdasarkan berbagai referensi akademik dan teori :

  1. Fungsi Pers dalam Demokrasi

Pers memiliki peran fundamental sebagai pilar keempat demokrasi, bersama dengan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Fungsi utamanya meliputi:

a. Penyampaian Informasi

Pers berfungsi sebagai sumber informasi yang menyediakan data faktual dan analisis kepada masyarakat. Dalam konteks demokrasi, pers memungkinkan warga negara untuk membuat keputusan yang terinformasi, seperti dalam pemilu. Menurut teori Habermasian Public Sphere, pers menciptakan ruang diskursif untuk perdebatan publik, yang esensial dalam pembentukan opini publik.

b. Pengawasan Kekuasaan (Watchdog)

Pers bertindak sebagai pengawas terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah dan institusi lainnya. Konsep ini berakar pada teori Liberal Democracy, yang menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan.

c. Pembentukan Opini Publik

Pers memengaruhi opini publik dengan menyebarluaskan pandangan yang berbeda. Hal ini relevan dengan teori Agenda Setting oleh McCombs dan Shaw, yang menyatakan bahwa pers memiliki kemampuan untuk menentukan isu-isu apa yang dianggap penting oleh masyarakat.

d. Pendidikan Politik

Pers mendidik masyarakat tentang hak dan tanggung jawab mereka sebagai warga negara, sehingga meningkatkan partisipasi politik. Menurut teori Civic Journalism, pers juga harus aktif mendorong masyarakat untuk terlibat dalam isu-isu politik dan sosial.

  1. Demokrasi Tanpa Pers : Risiko dan Ancaman

Tanpa pers yang bebas dan independen, demokrasi dapat terganggu oleh:

a. Dominasi Informasi oleh Elit

Ketika akses informasi dikendalikan oleh segelintir pihak, masyarakat menjadi kurang terinformasi dan rentan terhadap manipulasi.

b. Otoritarianisme

Di negara-negara otoriter, pers sering dikendalikan oleh pemerintah untuk menyebarkan propaganda. Ini berlawanan dengan prinsip demokrasi yang mengedepankan kebebasan berbicara dan pluralisme.

c. Disinformasi

Ketiadaan pers yang bertanggung jawab dapat memunculkan penyebaran berita palsu atau disinformasi, yang melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi.

  1. Pers Bebas sebagai Indikator Demokrasi

Menurut laporan Freedom House dan Reporters Without Borders, kebebasan pers sering digunakan sebagai indikator tingkat demokrasi suatu negara. Negara dengan pers yang bebas cenderung memiliki sistem demokrasi yang lebih sehat karena:

a. Transparansi yang lebih tinggi.

b. Partisipasi politik yang lebih luas.

c. Pengawasan yang efektif terhadap pelanggaran hak asasi manusia.

Sebaliknya, negara dengan tingkat kebebasan pers yang rendah cenderung mengalami penurunan kualitas demokrasi.

  1. Tantangan Modern dalam Hubungan Pers dan Demokrasi

Dalam era digital, hubungan antara pers dan demokrasi menghadapi tantangan baru, seperti:

a. Media Sosial dan Demokrasi

Media sosial menggeser peran tradisional pers sebagai penyedia informasi utama. Meskipun membuka ruang demokrasi yang lebih inklusif, media sosial juga menjadi saluran disinformasi.

b. Konsentrasi Kepemilikan Media

Dominasi perusahaan besar dalam industri media dapat mengancam pluralisme informasi. Menurut teori Political Economy of Media, konsentrasi kepemilikan ini cenderung mengutamakan keuntungan ekonomi dibandingkan kepentingan publik.

5. Serangan terhadap Kebebasan Pers

Di beberapa negara, wartawan menghadapi intimidasi, kekerasan, atau sensor, yang menghambat fungsi pers sebagai pengawas independen.

6. Studi Kasus: Peran Pers dalam Demokrasi

Amerika Serikat : Pers memainkan peran penting dalam mengungkap skandal Watergate, yang menyebabkan pengunduran diri Presiden Richard Nixon. Ini menunjukkan fungsi pengawasan pers dalam demokrasi.

Indonesia : Setelah Reformasi 1998, kebebasan pers meningkat secara signifikan, yang berkontribusi pada konsolidasi demokrasi. Namun, tantangan tetap ada, seperti intervensi politik dan ekonomi terhadap media

7. Kesimpulan

Pers dan demokrasi memiliki hubungan simbiotik :

Demokrasi membutuhkan pers untuk menyampaikan informasi, mengawasi kekuasaan, dan mendukung partisipasi publik. Sebaliknya, pers membutuhkan demokrasi untuk menjamin kebebasan berekspresi dan independensi. Sebagaimana dirumuskan oleh John Dewey dalam teorinya tentang demokrasi dan komunikasi, ‘Demokrasi adalah dialog,’ dan Pers adalah medium utama yang memungkinkan dialog tersebut terjadi. Oleh karena itu, penguatan Pers yang bebas, independen, dan bertanggung jawab adalah kunci untuk memastikan keberlanjutan demokrasi.”

Foto : Ulama Ust. Abdurrohman Djaelani, S.Sos.i. (Udjae)

Ulama Ust. Abdurrohman Djaelani, S.Sos.i. (Udjae) (21 Desember 2024)

“Topik ini sangat menarik untuk dibahas. Karena Pers dan demokrasi memang memiliki hubungan yang erat dan saling mendukung. Berikut adalah penjelasan mengenai kaitan antara pers dan demokrasi, serta pentingnya peran pers dalam membangun demokrasi yang bijak.

A. Kaitan Erat antara Pers dan Demokrasi

  1. Pers sebagai Pilar Demokrasi

Pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hal ini karena pers memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan menyampaikan informasi kepada masyarakat. Tanpa pers yang bebas dan bertanggung jawab, demokrasi akan kehilangan transparansi dan akuntabilitas.

  1. Penyampaian Informasi

Dalam sistem demokrasi, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya. Pers berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah dan rakyat, sehingga masyarakat dapat membuat keputusan yang tepat, termasuk dalam pemilu atau kebijakan publik.

  1. Kontrol Sosial dan Pengawasan

Pers membantu mencegah penyalahgunaan kekuasaan dengan mengungkapkan fakta-fakta yang mungkin disembunyikan. Dalam konteks ini, pers menjadi alat kontrol sosial yang menjaga agar demokrasi tetap berjalan sesuai prinsipnya.

B. Pentingnya Peran Pers dalam Demokrasi :

Peran pers dalam demokrasi sangat penting karena :

  1. Mendukung Kebebasan Berpendapat : Pers memberikan ruang bagi berbagai pandangan, termasuk kritik terhadap pemerintah. Hal ini sejalan dengan prinsip demokrasi yang menghargai pluralitas.
  2. Membangun Kesadaran Publik: Dengan informasi yang akurat, masyarakat dapat memahami isu-isu penting, seperti hak asasi manusia, keadilan sosial, dan pembangunan.
  3. Menguatkan Akuntabilitas: Pers membantu rakyat memantau kinerja pemerintah, sehingga pejabat publik lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan.

Namun, peran ini harus diimbangi dengan tanggung jawab. Pers yang tidak independen atau terpengaruh oleh kepentingan tertentu justru dapat merusak demokrasi.

C. Demokrasi yang Bijak

Demokrasi yang bijak adalah demokrasi yang :

a. Menghormati Hak Asasi Manusia : Setiap individu memiliki hak yang sama untuk berpendapat, memilih, dan berpartisipasi dalam pemerintahan.

b. Mengutamakan Musyawarah : Keputusan diambil melalui dialog dan diskusi yang mempertimbangkan kepentingan bersama, bukan kepentingan kelompok tertentu saja.

c. Transparan dan Akuntabel : Semua kebijakan dan tindakan pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

d. Didukung oleh Pers yang Bertanggung Jawab: Pers harus menyajikan informasi yang benar, berimbang, dan tidak memihak, sehingga masyarakat dapat membuat keputusan berdasarkan fakta, bukan hoaks.

D. Kesimpulan :

Pers dan demokrasi adalah dua elemen yang tidak bisa dipisahkan. Pers yang bebas dan bertanggung jawab adalah fondasi penting bagi demokrasi yang sehat dan bijak. Tanpa Pers, demokrasi akan kehilangan arah, dan tanpa demokrasi, Pers tidak akan memiliki ruang untuk menjalankan fungsinya. Oleh karena itu, dalam membangun demokrasi yang bijak, kita harus mendukung kebebasan pers sambil memastikan bahwa pers menjalankan tugasnya dengan integritas.”

Foto : Pemerhati Pendidikan Doni Koesoema A.

Pemerhati Pendidikan Doni Koesoema A. (21 Desember 2024)

“Pers dan demokrasi berkaitan erat. Karena Pers mampu menyuarakan kepentingan masyarakat yang  tidak memiliki perwakilan di parlemen. Pers juga menjadi fungsi kritis atas kebijakan Pemerintah agar melayani kepentingan publik, bukan kepentingan penguasa.”

Foto : Pengamat Komunikasi Politik Dr. Drs. Emrus Sihombing, M.Si.

Pengamat Komunikasi Politik Dr. Drs. Emrus Sihombing, M.Si. (20 Desember 2024)

“Pers dan demokrasi memiliki keterkaitan yang mutlak, tak sekadar erat. Demokrasi itu prinsip dasarnya adalah kebebasan berkomunikasi. Jadi tidak ada demokrasi tanpa kebebasan berkomunikasi. Salah satu output dari kebebasan berkomunikasi ini adalah demokrasi. Demokrasi sebagaimana dikatakan yaitu Pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Dan ada tambahan selain tiga itu. Bersama – sama rakyat. Jadi ada empat poin ya. Jadi Pemerintahan semacam ini tidak mungkin terwujud tanpa kebebasan berkomunikasi.

Didalam interaksi komunikasi antar manusia yang sudah banyak di seluruh dunia, tidak mungkin berkomunikasi seperti zaman dulu lagi yaitu face to face communication atau tatap muka. Oleh karena itu, peran Pers mutlak harus dijamin oleh pemerintahan untuk kebebasannya. Jadi tidak boleh dilarang kebebasan berkomunikasi, tapi tentu yang beretika. Kalau ada pandangan bahwa akan dibatasi salah satu produk komunikasi Pers, itu tidak bisa. Salah satu produk dari Pers adalah investigated reporting atau berita menyelidik. Misalnya, bocor alus.

Bocor alus seperti ini dengan alasan apapun tidak boleh dilarang sepanjang sesuai etika dan sopan santun. Jangan privasi diungkap ke ruang publik. Sebab wilayah ruang private tidak boleh dipublikasi. Sekarang kan sudah mulai teknologi canggih, bisa saja seseorang lagi di kamar mandi atau kamar tidur, difoto atau direkam, itu tidak boleh dipublikasi. Disini peran Pers perlu diperhatikan yaitu bebas tapi sesuai dengan etika dan sopan santun. Misalnya yang dibolehkan itu mengkritik Pemerintah, mengemukakan kelemahan berbasis fakta, mengemukakan kelemahan Raja kalau otoriter dan sebagainya.

Historikanya dulu ketika suatu negara Kerajaan itu kan tidak boleh dikritik oleh Pers. Kebenaran itu adalah ukuran Raja. Ada proses Pengadilan berlangsung, kalau Raja mengatakan di tengah persidangan minta dibebaskan itu boleh dan masih banyak lagi. Itulah masa Kerajaan dulu. Sekarang tidak boleh. Artinya bahwa kebebasan Pers dengan demokrasi itu suatu hubungan kemutlakan. Kalau kebebasan Pers tidak ada lagi atau dibungkam, sesungguhnya itu bukan lagi demokrasi. Jadi Pers itu harus bangga. Jangan sedih. Sebab profesi Pers tidak kalah mulianya dan hebatnya. Tidak gampang.”

Foto : Staf Medis KSM Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSCM-FKUI dr. Yudy, Sp.FM.

Staf Medis KSM Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSCM-FKUI dr. Yudy, Sp.FM. (21 Desember 2024)

“Pendidikan politik merupakan salah satu wujud demokrasi yang berkaitan dengan Pers. Kalau menurut pribadi aku sebagai orang yang awam tidak terlalu mengerti politik dan segala macam, dari beberapa peristiwa yang terjadi akhir – akhir ini kelihatannya kok banyak aturan yang bisa disimpangi. Banyak aturan yang demi kepentingan beberapa orang atau pihak menjadi bisa diubah. Itu cukup disayangkan. Karena pendidikan politiknya menjadi tidak baik. Seseorang bisa berkuasa atau menjadi penguasa atau mendapatkan posisi bukan karena prestasi, bukan karena kemampuannya. Tapi lebih ke arah aturan yang disimpangi.

Seperti contoh gaung pemilihan Kepala Daerah kemarin saja sudah tidak seeuforia seperti sebelumnya. Mungkin karena serentak dan hari libur juga kali ya. Tapi lain sisi ini bisa dilihat bahwa antusias orang untuk ikut dalam pesta demokrasi politik itu tidak seperti dulu. Kemudian juga mungkin kaya perubahan aturan yang belum terlalu terasa tapi ini sangat menjadi buah pikir. Contohnya wacana BPJS yang mau dilebur kelasnya ini cukup jadi pertimbangan. Di satu sisi itu baik. Cuma memang aturan baru seperti itu merepotkan untuk beberapa pihak seperti Rumah Sakit.

Mau tak mau mesti berbenah nih. Bahwa sebelumnya sudah menyediakan Ruang Perawatan itu sesuai kelasnya, sekarang mau tak mau harus dilebur semua. Itu akan membuat Rumah Sakit ikuti aturan demi bisa bertahan. Harus berkorban. Dengan merombak itu membutuhkan cost atau biaya lagi. Padahal BPJS sendiri pembayarannya dibilang lancar ya tidak juga. Karena Rumah Sakit itu bisa ditunggaki sekitar beberapa bulan. Jadi kalau Rumah Sakit itu tidak kuat secara finansial ya collabs. Sehingga banyak Rumah Sakit yang memutuskan tidak menerima BPJS lagi. Sebab ditunggaki beberapa bulan itu tidak semua Rumah Sakit mampu untuk operasional.

Ini kan merupakan contoh demokrasi yang perlu dibenahi. Perlu mempertimbangkan banyak aspek. Demokrasi itu kan memberikan pendidikan politik ya kepada masyarakat. Jadi selama ini sudah melihat banyak kebobrokan didalam demokrasi. Cuma akhir – akhir justru semakin bobrok lagi. Ada yang bisa menjadi Ketua Partai dalam hitungan hari. Lalu ada yang bisa mengajukan keluarganya untuk berkuasa dengan menyimpangi aturan. Aturan ini disimpangi juga bukan dengan tangan sendiri. Tapi ini dilakukan melalui tangan kroni – kroninya. Tidak elok buat dilihat. Secara pendidikan politik kok kesannya semuanya serba mudah. Asal ada kekuasaan maka itu semua bisa disimpangi.

Pendidikan politiknya jadi tidak baik. Kan orang kalau misal mau terjun di politik dan menjadi sesuatu itu kan mesti jenjangnya dari bawah. Seperti karir dari bawah, naik ke tengah hingga atas. Itu yang benar. Bagaimana seseorang dianggap matang secara politik kalau semuanya karbitan gitu?”

 

 

 

 

 

Leave a Reply