Home Daerah Nasional Internasional Ekonomi Infografis Sastra Science Olahraga Otomotif Teknologi Mataberita TV
Info Terkini : PT. Mata Digital Internasional, www.mataberita.net, independent dalam berita | PT. Mata Digital Internasional melalui website www.mataberita.net melayani Jasa Produksi dan Penayangan Film, Company Profile, Dokumenter, Talkshow, Monolog dan TVC | Selain itu juga melayani Management Artis, Penyanyi, Chef, Aktor, Aktris, Band dan lainnya | Kami juga melayani Konsultasi Hukum, Manajemen, Broadcasting dan lainnya | Ditambah pula melayani Pelatihan Berbagai Bahasa diantaranya Inggris, Indonesia, Jerman, Korea, Jepang, Mandarin, Arab dan sebagainya | Tak ketinggalan pun melayani Pelatihan atau Diklat Jurnalistik, Bahasa, Broadcasting, Public Speaking, Design, Desain Grafis, Editing, IT, Hukum dan sebagainya | Nah... Kami juga menjual berbagai produk makanan dan minuman seperti Pempek Palembang, Kue Semprong, Thai Tea, Green Tea, Espresso, Cappucino, Americano dan masih banyak lagi | Yang suka berbusana Batik khas Pekalongan juga bisa memesan ke Kami yaaa... | Alami kendala Kompor Gasnya juga bisa dilayani oleh Kami | So kunjungi terus website kami di www.mataberita.net | Upz sampai lupa deh, hubungi Kami bisa ke (021) 89229850 atau bisa datang ke Jl. Kav. H. Umar II no 319, Teluk Pucung, Bekasi Utara, Kota Bekasi yaaa...| Kami juga melayani by seluler WhatsApp dengan menugaskan PIC Ayu Yulia Yang di 08567971900 | Percayakan Kami sebagai Mitra, Partner dan Relasi Anda...

57 Pegawai KPK Yang Tak Lolos, Mahfud : Permainan Dibawah Presiden

57 Pegawai KPK Yang Tak Lolos, Mahfud : Permainan Dibawah Presiden
57 Pegawai KPK Yang Tak Lolos, Mahfud : Permainan Dibawah Presiden

Jakarta, mataberita.net- Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD bercerita soal ke 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos. Dimana ketidak lolosan mereka terkait dengan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

“Saya punya cerita sendiri kalau itu,” kata eks Menko Polhukam, seperti dikutip pada Selasa (17/9).

Dimana laporan laporan keputusan 57 orang tak lolos TWK tersebut. Mahfud langsung mendapat telepon dari menteri salah satu instansi pemerintahan.

Mahfud menyebut menteri itu mengatakan bahwa ke 57 pegawai tersebut diberhentikan karena tidak memenuhi syarat kebangsaan. “‘Lho [para pegawai] ini kan udah lama [bekerja]’, saya bilang. ‘Lho ini kan sudah lama, kenapa baru sekarang?’, ‘ndak, gitu keputusannya’. Nampaknya ini memang permainan di bawah presiden,” ucap Mahfud.

“Karena presiden juga kaget, seperti yang Bapak sebut tadi. ‘Jangan gitu dong’. Saya dipanggil, ‘Pak Mahfud, gimana ini?’, ‘Pak menurut saya sama dengan Bapak, ini ndak boleh orang diberhentikan, sudah sekian tahun kan tinggal alih fungsi aja, alih status aja’, saya bilang. Langsung diitukan, jadikan PNS,” kata Mahfud.

Mahfud mengatakan para pegawai yang tidak lolos itu sudah bekerja lama, malah dites seperti pegawai yang baru daftar. “‘Terus gimana?’, ‘menurut undang-undang, Bapak penguasa tertinggi untuk masalah kepegawaian ini’. Pejabat tertinggi untuk menentukan orang boleh diangkat atau tidak, semua itu kan delegasi Bapak. Kalau Bapak mau, ya batalkan aja itu TWK. ‘Oh ya sudah’,” kata Mahfud menirukan bicara Jokowi.

“Kan ramai lagi besoknya mau membatalkan TWK, istana juga, presiden bersuara, gitu kan,” sambungnya.

Namun saat itu hal tersebut ternyata tidak bisa dilakukan. Menurut Mahfud, tekanan untuk menyingkirkan 57 pegawai itu yang berasal dari ‘bawah’ begitu kuat.

Mahfud tidak membeberkan siapa yang memberikan tekanan itu. “Ndak bisa, rupanya di bawah itu kental untuk menyingkirkan 57 orang itu,” paparnya.

Adanya tekanan tersebut, Presiden Jokowi memanggil Mahfud dan Mensesneg Pratikno. Keduanya diminta untuk mencari jalan keluar. Solusi yang ditemukan adalah para pegawai yang tidak lolos itu ditawari untuk berkiprah di institusi lain.

“Kita tawari untuk jadi PNS di tempat lain. Saya dengar sesudah atau sebelum itu, Pak Presiden memanggil Kapolri, ‘udah ambil aja ditempatkan di Polri aja’, tetap sebagai PNS dan pangkat lama tapi fungsinya silakan diatur,” kata Mahfud.

“Nah itu kami masih berdebat juga, ‘ini 57 orang ini kan die hard ini, orang-orang bagus’, saya bilang. ‘Apakah mereka mau nanti’, saya bilang,” sambung eks Menko Polhukam itu.

Baca Juga :

Akun Fufufafa Kuat Milik Gibran, Sebut Prabowo Pecatan Dapat Pensiun, Istri Cerai Anak Homo

Akhirnya, Mahfud memanggil Febri Diansyah dan meminta pendapat apakah 57 pegawai ini mau jika dipindahkan ke instansi lain. Dia tidak menjelaskan mengapa Febri yang dipanggil. Namun, Febri dikenal dekat dengan para pegawai ini, sebelum ia mundur dari posisinya sebagai jubir KPK.

“Febri Diansyah itu yang datang. ‘Eh Anda minta ini saya bisa perjuangkan, tapi kalau mereka tidak mau kan saya yang malu,’ Saya bilang. ‘Anda bisa menjamin ndak bahwa anak-anak ini 57 orang mau’, kalau kita tau ini lalu mereka ‘saya tidak mau’, kan kami yang terpukul, saya bilang,” kata Mahfud.

“Febri Diansyah waktu itu, ‘ya kami sebagian besar Pak, karena ini orang juga baik-baik ini, diperlukan’. Nah proses itulah yang menyebabkan tadi jalan keluar,” sambung Mahfud.

Soal pemecatan 57 pegawai ini sudah sangat kuat. Sebab, hal soal TWK itu merupakan urusan dari KPK, KemenPAN-RB dan Kemenkumham. “Kan sudah kuat ini. Saya bicara udah ndak bisa. Saya sudah bicara dengan mereka,” menurut Mahfud.

“Nah lalu Presiden itu kan yang, ‘ini harus diselamatkan’. Bahkan beliau bilang begini, Pak Presiden itu kalau dengan saya, bilang begini ‘itu apa tuh Pak Mahfud, orang seperti Novel Baswedan itu kan perlu’. Demi Allah ini, Pak Presiden bilang ke saya. ‘Orang seperti Novel Baswedan perlu biar ada yang takut lah orang itu’, Pak Presiden bilang ke saya waktu itu,” sebut Mahfud.

Atas dasar itu, maka jalan keluar yang diambil yakni para pegawai itu disalurkan ke Polri. “Jadi memang itu permainan di tiga kubu, kalau di tingkat jabatan tinggi. Nah saya sama Pak Pratik yang cari jalan keluarnya waktu itu,” jelas Mahfud.

Dalam tes TWK tersebut, 57 orang dinyatakan ‘tidak lolos’, termasuk di dalamnya ada penyidik top macam Novel Baswedan, Harun Al Rasyid, hingga Yudi Purnomo Harahap.

 

Leave a Reply